Google

Wednesday, January 30, 2008

Tahukah Anda?



Masalah Etika Pemanfaatan Sel Punca


By DR.dr. Armyn Nurdin, MSc
Asisten Deputi Menko Kesra Bidang Kependudukan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup


Sejauh ini penggunaan sel punca embrionik masih dibayangi masalah etika dan dilarang di beberapa negara seperti di AS dan Perancis. Pemerintah AS melarang pendanaan penelitian yang menggunakan sel punca yang berasal dari embrio, tetapi tidak melarang penelitian itu sendiri. Hal ini menyebabkan penelitian dilakukan pihak swasta tanpa pengawasan yang baik.

Namun, di beberapa negara seperti Singapura, Korea dan India penggunaan sel punca embrionik manusia untuk kdokteran regeneratif diperbolehkan. Kanada membolehkan penggunaan sisa bayi tabung untuk penelitian sel punca. Swedia mendukung kegiatan pengklonan embrio untuk tujuan pengobatan. Di Inggris, pihak swasta diperbolehkan membuat sel punca dari embrio.

Bahkan, Singapura menanamkan modal dalam upaya penelitain selpunca yang berasal dari embrio sebesar 300 juta AS dengan mengembangkan biopolis, suatu taman ilmu yang modern dengan tujuan khusus penelitiansel punca (stem cell). Di Singapura juga telah didirikan suatu bank penyimpanan darah tali pusat.

Permasalahan etika disebabkan sumber sel punca berupa embrio dari hasil abortus, zigot sisa dan hasil pengklonan. Hal ini menimbulkan bebagai pertanyaan seperti apakah penelitian embrio manusia secara moral dapat dipertanggungjawabkan? Apakah penelitian yang menyebabkan kematian embrio itu melanggar hak asasi manusia dan berkurangnya penghormatan pada mahluk hidup?

Pengklonan embrio manusia untuk memperoleh sel induk menimbulkan kontroversi lantaran berhubungan dengan pengklonan manusia atau pengklonan reproduksi yang ditentang semua agama. Dalam proses pemanenan selpunca dari embrio terjadi kerusakan pada embrio yang menyebabkan hal ini sulit diterima.Karena itu pembuatan embrio untuk tujuan penelitian merupakan hal yang tidak dapat diterima banyak pihak.

Perdebatan tentang status moral embrio berkisar tentang apakah embrio harus diperlakukan sebagai manusia atau sesuatu yang berpotensi sebagai manusia, atau sebagai jaringan hidup. Pandangan yang moderat menganggap suatu embrio berhak mendapat penghormatan sesuai dengan tingkat perkembangannya. Semakin tua usia embrio kian tinggi tingkat penghormatan yang diberikan.

Pandangan liberal menganggap embrio pada stadium blastosis hanya sebagai gumpalan sel dan belum merupkan manusia sehingga dapat dipakai untuk penelitian. Namun, pandangan konservatif menganggap blastosis sebagai mahluk hidup.