Topic : Academic - Business
By Ari Satriyo Wibowo
Saya sungguh tidak menduga bahwa setelah 25 tahun tak bersua akan bertemu dengan teman lama. Dialah Ravenska Radjawane Wagey, PhD yang kini bekerja di StemCell Technologies Inc. , Kanada. Ia sengaja mampir ke Jakarta setelah menghabiskan liburan Natal dan Tahun Baru di Maluku untuk memberikan presentasi di SCI (Stem Cell and Cancer Institute) yang terletak di Kompleks Pabrik Bintang Toedjoe, Pulomas dengan topik berjudul “Culture, Identification and Enrichment of Mesenchymal Cells”
Ingatan saya seolah dibawa mesin waktu kembali ke periode 6 – 20 Agustus 1982. Ketika itu saya bersama 20 teman-teman dari seluruh Indonesia diundang sebagai finalis Lomba Karya Penelitian Ilmiah Remaja (LKPIR) P&K 1982.
Kami semua diundang untuk mempertahankan penelitian kami untuk diuji sekitar 12 pakar dari berbagai disiplin ilmu yang mayoritas bergelar doktor (selain tentu saja rekreasi ke TMII, Ancol, Monas, Istiqlal, Museum Nasional, Museum Satria Mandala, Museum Batavia di Kota, PDIN LIPI, Planetarium, Herbarium & Zoology Bogor, Puncak, Penerbit Time Life dan lain-lain serta ikut betemu Ibu-ibu Ria Pembangunan, Pidato Kenegaraan Presiden 16 Agustus di Gedung MPR/DPR RI dan upacara Detik-Detik Proklamasi Kemerdekan RI di Istana Merdeka tanggal 17 Agustus). Mereka antara lain : Prof. Dr. Ir. Andi Hakim Nasution (ketua), Dr. A Mien Rivai (LIPI), Dr. Barmawi (Fisika ITB), Dr. Susanto Iman Rahayu (Kimia ITB), Prof. J. Bar, dr. Kartono Mohammad, Dr. Barli Halim dan masih banyak lagi lainnya. Karena sidang dilakukan di ruang rapat Menteri P&K maka Dr. Daoed Jusuf, menteri P&K yang menjabat saat itu pun ikut menyaksikan.
Beragam penelitian diusung teman-teman. Ada Ariel dari SMA Negeri 2 Surabaya yang membuat karya elektronika (ia sempat mengikuti program Beasiswa Habibie di Belanda tetapi sayang kurang berhasil) , ada teman dari Pontianak mengajukan karya penelitian tentang tanaman Tengkawang, ada teman yang masih duduk di SMP Negeri Sleman mengajukan karya “Mengapa Undur-Undur Berjalan Mundur?” , ada rekan Michael Satya Wirawan yang merupakan anak sulung Prof. Dr. FG Winarno yang waktu itu masih duduk di SMA Regina Pacis, Bogor dan mengajukan topik tentang kesehatan (setelah mengikuti program beasiswa Habibie akhirnya dia meraih gelar PhD di bidang Aeronautika di Perancis).Masih ada rekan dari SMA 3 Bandung membawakan topik kesehatan tentang hewan Kepinding (Jw. Tinggi atau Bangsat. Dan rekan dari Mataram,Lombok, NTB tentang adat kawin lari Merarik di sana.
Demikian pula rekan Effiyanti dari Aceh yang meneliti tentang tanaman obat setempat untuk mengatasi penyakit asam urat (syukurlah cita-citanya menjadi ahli farmasi akhirnya terkabul setelah berhasil lulus dari Farmasi UGM). Ada teman wanita dari Jogya yang mengajukan penelitian tentang tempe dari Koro dan satu teman perempuan dari SMA Regina Pacis yang mengajukan penelitian tentang membuat selai dari kulit durian. Sedangkan, rekan dari Irian Jaya mengajukan makalah berjudul “Ilpas Dos Papuas” (Tanah Orang Berambut Keriting).
Saya sendiri dari SMA Negeri 1 Semarang mengajukan makalah penelitian Kimia berjudul “Prospek Budidaya Berbagai Gulma Air Tawar pada Industri Kecil Methanol di Pedesaan”. Pada intinya di masa krisis energi pada waktu itu saya menawarkan solusi berupa pembuatan bahan bakar alternatif dengan mengolah biogas yang dihasilkan gulma air tawar seperti Enceng Gondok (Eichornia crassipess sp) dan Ganggang air (Hidrilla sp) menjadi methanol. Seperti nasib-nasib teman-teman lain saya pun dicecar berbagai pertanyaan oleh para juri seperti Dr. A. Mien Rivai, Dr. Barmawi dan Prof. Dr. Ir. Andi Hakim Nasoetion. Tetapi yang paling tajam dan “membantai” adalah pertanyaan-pertanyaan dari Dr. Susanto Imam Rahayu dari Kimia ITB.
Akhirnya, penelitian paling mengesankan waktu itu memang ada pada Ravenska Radjawane Mengapa? Selain mengusung penelitian yang orisinal tentang Cacing Laor di Ambon, Maluku, Ravenska yang waktu itu bersekolah di SMA Negeri 1 Ambon juga memiliki segudang prestasi antara lain sebagai tokoh remaja berbakat, pelajar teladan (1982), dan Puteri Remaja Indonesia versi majalah Gadis (1981).
Berawal dari rasa ingin tahu tentang keunikan Laor yang kemunculannya hanya terjadi setahun sekali, di lokasi tertentu, wanita berdarah Ambon, putri pertama pasangan Pendeta Dr. Arnold Nicolaas Radjawane dan Since Radjawane ini kemudian melakukan penelitian ilmiah, dengan fasilitas yang sangat terbatas kala itu.
Laor adalah sejenis cacing laut yang muncul hanya pada bulan Maret atau April. Di Pulau Ambon, Laor muncul di Pantai Namalatu Desa Amahusu, Kecamatan Nusaniwe Ambon. Pantai Namalatu ini berhadapan langsung dengan Laut Banda. Tepatnya 15 kilometer dari pusat kota Ambon.
Faktor yang mendukung kemunculan Laor, menurut Venska, didorong oleh pasang surut air laut dan kadar garam. Selain itu ada mitos-mitos tertentu yang menjadi tanda bagi masyarakat setempat, terhadap kemunculan Laor. Diantaranya tanaman-tanaman tertentu akan membusuk. Ada juga yang menyebut, waktu munculnya Laor, menjelang perayaan perjamuan kudus bagi umat Kristen yang mayoritas mendiami kawasan tersebut.
Waktu panen Laor dilakukan pada malam hari, dengan menggunakan nyiru (wadah dari anyaman bambu) untuk menimba dan diterangi obor. Penerangan obor sepanjang pesisir pantai, menjadi pemandangan malam yang sangat indah.
Rasa keingintahuannya tentang misteri Laor, membuat wanita yang dibesarkan di lingkungan pantai ini, asyik mengamati kehidupan cacing Laor yang bisa dimakan itu. Dia lantas membuat sebuah karya tulis, dari hasil pengamatannya selama beberapa bulan. Dewan juri lantas menyatakan penelitian Venska tentang kehidupan si Laor itu bermanfaat, sehingga dia berhak menyandang gelar Juara Pertama.
Ketika menyabet juara pertama LKPIR P&K itu, berbagai beasiswa bertubi-tubi ditawarkan kepadanya. Bak mendapatkan durian runtuh. Dia lantas memilih beasiswa kuliah strata satu di Institut Pertanian Bogor (IPB). Usai meraih gelar sarjana Perikanan IPB tahun 1988 perempuan berpostur mungil dan berperangai lembut ini, kemudian mendapatkan beasiswa untuk meraih gelar Master of Science dari Department of Biology Universitas Ryukyu, Okinawa, Jepang (1991). Gelar PhD , kemudian diraihnya pada tahun 2000 setelah menempuh pendidikan di Department of Medicine University of British Columbia, Kanada dengan topik penelitian tentang ALS (amyotrophic lateral sclerosis).
Kini, istri dari Tonny Wagey, pria asal Sulawesi Utara itu, bermukim di Kanada dan bekerja sebagai salah satu peneliti senior di Stemcell Technologies Inc, Kanada. Perusahaan tempatnya bekerja ini, memproduksi alat-alat riset untuk melakukan penelitian di bidang sel induk.
Tetapi, dalam beberapa tahun terakhir Ravenska terpaksa berpisah dengan suaminya yang harus menunaikan tugas di salah satu kantor Departemen Kelautan di Tanjung Priok, Jakarta. Beruntung suaminya mendapatkan posisi hubungan internasional sehingga sering melakukan kunjungan ke luar negeri terutama AS. Kesempatan itu tentu saja tak disia-siakan kedua insan itu untuk saling melepas rindu.
Venska berjanji akan menceritakan pengalaman-pengalaman risetnya di blog ABGNET ini dalam kesempatan mendatang. Harap menunggu dengan sabar ya.
Bagaimana pendapat Anda?
Sumber data tambahan : Profil Ravenska di Harian Kompas dan catatan radio Baku Bae di Internet.
Thursday, January 3, 2008
Bertemu Teman Lama Ravenska Radjawane Wagey, PhD Setelah 25 Tahun Tak Bersua
Subscribe to:
Comment Feed (RSS)
|