Google

Wednesday, November 28, 2007

Memburu Bakat Unggul hingga ke Papua


Ketika guru lain memilih kabur, Frederick Sitaung (35) dikisahkan tetap bertahan menjadi satu-satunya guru di Kampung Poepe, Desa Welputi, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Frederick yang lahir dan besar di Rante Pau, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, kini menjadi guru "tetap" sekaligus kepala sekolah yang mengajar 51 murid dari kelas I hingga VI di wilayah di mana guru harus mencari murid di hutan setiap datang tahun ajaran baru.


Dalam menjalankan tugasnya, Frederick pernah selama sepekan menderita kelaparan dan nyaris dipanah orangtua murid. Gajinya pun pernah terlambat datang berbulan-bulan. Belum lagi untuk bisa mencapai Poepe ia perlu upaya amat keras. Namun, semuanya tak menyurutkan tekadnya untuk membaktikan diri sebagai guru sejati.

Itulah satu dari empat sosok yang memenangkan penghargaan "Indonesia Berprestasi Award" (IBA) yang digelar oleh operator seluler XL. Penerima lain adalah orang muda Indonesia berusia di bawah 40 tahun yang berprestasi di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni-budaya.


Untuk bidang ilmu pengetahuan, pemenangnya adalah Dr Istadi ST MT, peneliti di Universitas Diponegoro yang meneliti rekayasa proses konversi gas alam (yang mengandung karbon dioksida tinggi) menjadi bahan bakar cair. Ia kemudian juga meneliti pemanfaatan limbah atau sampah menjadi produk yang berguna dengan metode baru. Hasilnya juga berupa bahan bakar (cair dan gas).


Penelitian Istadi telah dimuat dalam sejumlah publikasi ilmiah internasional dan karyanya memperoleh empat medali perak di ajang kompetisi penemuan internasional, serta membukukan sebuah paten di Malaysia. Kini Istadi (bersama Dr Didi Dwi Anggoro) sedang menawarkan paket teknologi proses siap pakai untuk skala kecil kepada usaha kecil menengah (UKM) bidang daur ulang sampah plastik di Jawa Tengah, di mana dinas perindustriannya sudah menyatakan ketertarikan untuk memasarkan paket teknologi dimaksud.


Keberpihakan kepada UKM juga diperlihatkan oleh pemenang bidang teknologi, Adrianus Amheka dari Kupang, Nusa Tenggara Timur. Karya yang dimajukan oleh Adrianus adalah mesin pengiris keripik tempe dengan teknologi perajang sistem multidisk. Karya yang diciptakan tahun 2006 ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kapasitas industri kecil.


Boleh jadi karya Adrianus tergolong bersahaja, tetapi dorongan melalui penghargaan ini diharapkan dapat memacu semangat inovasi yang berorientasi pada ekonomi, dan khususnya ekonomi skala UKM di daerah. Keputusan dewan juri yang antara lain terdiri atas Kepala LIPI Umar A Jenie, Rektor UIN Syarief Hidayatullah Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Multimedia Nusantara Yohanes Surya, dan Direktur Teknologi XL Hilmi bin Mohd Yunus menggarisbawahi masih pentingnya teknologi madya (atau sering disebut teknologi tepat guna) bagi pembangunan ekonomi rakyat di tengah era penerapan teknologi tinggi di Tanah Air.


Melengkapi kategori yang dicitrakan sebagai ilmu dan teknologi yang kering dan berat ke rasionalitas ini, XL juga menetapkan pemenang untuk kategori seni-budaya, yakni Nia Dinata, sutradara yang sejumlah karyanya berhasil memenangi penghargaan internasional. Film-film Nia dinilai mampu memotret fenomena sosial, khususnya budaya kontemporer masyarakat Indonesia saat ini dalam kemasan karya yang ringan tetapi berkualitas. Film-film Nia, seperti Janji Joni dan Berbagi Suami, juga dipandang tidak menghakimi atau menggurui. Dengan penghargaan seperti Best Editing di Asia-Pacific Film Festival dan Halekulani Golden Award for Best Pictures di Hawaii International Film Festival, Nia dinilai telah membawa nama harum bangsa di dunia internasional.


Budaya unggul


Frederick Sitaung, Istadi, Adrianus Amheka, dan Nia Dinata terjaring dari sekitar 200 nama yang masuk dalam kategori IBA, yang dalam prosesnya diperkenalkan di lima kota (Jakarta, Makassar, Yogyakarta, Medan, dan Surabaya). Para pendidik, peneliti, dan kalangan universitas diajak tukar pikiran mengenai budaya unggul dengan sejumlah tokoh yang dipandang paham dengan soal ini, mulai wartawan senior (Bambang Harymurti), pakar teknologi informasi (Onno Purbo), Puteri Indonesia 2004 (Artika Sari Devi), produser kuis ternama (Helmy Yahya), dan budayawan (Emha Ainun Nadjib).


Dalam keterpurukan, berbagai kalangan di Indonesia amat merindukan bakat unggul. Namun disadari bahwa bakat unggul akan banyak ditemukan bila ada kultur budaya unggul. Pada sisi lain, seperti disampaikan oleh Harymurti dalam rangkaian seminar IBA Agustus lalu, budaya unggul hanya akan mewujud jika kondisi bangsa dan negara cukup mendukungnya, seperti adanya kebebasan publik untuk mendapatkan dan menyebarluaskan informasi, juga adanya iklim kompetisi yang sehat bagi publik dalam mengembangkan potensinya.


Peran perusahaan


Ketika kondisi yang ada belum kondusif bagi tumbuh berkembangnya budaya unggul, perusahaan seperti XL berupaya memacunya melalui program seperti IBA. Dengan program yang didukung penuh oleh Presiden Direktur XL Hasnul Suhaimi, dan dikelola oleh GM Corporate Communication Myra Junor (pada awalnya Ventura Elisawati), XL memilih program CSR (tanggung jawab sosial korporat) yang diarahkan untuk mengangkat bakat unggul ke tengah masyarakat agar mereka bisa menjadi inspirasi dan memperbesar harapan bahwa bangsa ini masih sanggup berprestasi.


Seperti pernah dikemukakan oleh Rektor UIN Komaruddin Hidayat dalam wawancara dengan Suara Pembaruan (11/9/2007), pada masa lalu di Nusantara pernah hadir budaya besar. Hal itu seharusnya memberi bekal bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan budaya yang bisa membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa besar.


Namun, pada kenyataannya, setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Tahun Indonesia untuk Ilmu Pengetahuan 2006 serta berbagai seminar dan wacana tentang budaya unggul digelar, gereget untuk mengejar keunggulan masih belum tampak nyata.


Padahal berbagai problema dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, seperti pernah dikemukakan oleh ilmuwan LIPI, Dipo Alam, hanya dapat diatasi kalau ada upaya-upaya unggul, yang dicerminkan melalui sifatnya yang inovatif, tepat waktu, tepat sasaran, dalam memberi solusi dan manfaat bagi kepentingan masyarakat (Media Kita, Batan, 2/06).


Pemenang IBA di keempat bidang yang dilombakan telah mencurahkan waktu, tenaga, dan pemikiran untuk menghasilkan karya unggul, yang selain bisa diterapkan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia juga menjadi sumber ilham bagi generasi muda, pendidik, ilmuwan, teknolog, dan pekerja seni-budaya, untuk ambil bagian dalam penyemaian budaya unggul, dan seiring itu juga menghasilkan karya unggul.


Sumber : Kompas Cyber Media, Rabu, 28 November 2007