Topic : Business
By Ari Satriyo Wibowo
By Ari Satriyo Wibowo
Grup Kino pimpinan Harry Sanusi terkenal sebagai kelompok usaha yang inovatif sesuai slogan perusahaannya "The Innovator". Kelompok ini terdiri dari empat perusahaan yakni PT KinoCare Era Kosmetindo (perawatan tubuh dan pembersih rumah tangga), PT KinoSentra Industrindo (makanan dan permen), PT KinoAid Indonesia (farmasi dan minuman) dan PT Duta Lestari Sentratama (distribusi).
Menurut pria kelahiran Pontianak tahun 1967 itu, ia memulai usaha dengan menjadi distributor tunggal Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga produksi PT Sinde Budi Sentosa pada 1991. Koneksi ke produsen minuman pencegah panas dalam itu diperoleh dari ayahnya yang menjadi distributor produk tersebut di Pontianak. Kegiatan itu dirintisnya dengan bantuan modal dari sang ayah sambil menempuh kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta.
Ia memulai terjun ke industri permen di kota Semarang tahun 1998 karena di sana ia memiliki tanah kosong di daerah Terboyo dan Sayung. Waktu itu, Harry kebingungan untuk memilih jenis permen apa yang akan diproduksi. Pilihan akhirnya jatuh di produk soft candy yang pada waktu itu belum banyak pemainnya. Setelah itu, timbul pertanyaan soal flavour (cita rasa) dari permen? Pilihan kemudian jatuh pada rasa kopi karena soft candy dengan rasa kopi pada waktu itu belum ada dan Harry Sanusi melihat ada peluang untuk melakukan klaim di pasar bahwa perusahaannya telah melakukan inovasi dari hard candy ke soft candy. Dari situlah permen Kino diperkenalkan dan menuai sukses besar.
Sukses permen Kino agaknya cukup terbantu oleh situasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Ketika itu harga Kopiko melambung luar biasa tinggi dan produsen Kopiko sengaja bertahan di harga tersebut karena merasa tidak memiliki saingan. "Pada waktu itulah kami masuk dengan harga lebih murah," ungkap Harry Sanusi menyingkap rahasia suksesnya.
Menurut Harry Sanusi, anggaran biaya peluncuran produk baru untuk produk low involvement seperti permen membutuhkan biaya antara Rp 5 miliar - Rp 6 miliar. Sedangkan, untuk produk toiletries perawatan tubuh saat ini diperlukan biaya paling sedikit Rp 20 miliar.Harry mencontohkan total biaya inovasi Ovale yang waktu itu masih Rp 9,4 miliar. Alokasi dananya terdiri dari pembelian mesin baru (Rp 1,5 miliar), mould kemasan (Rp 500 juta), pengembangan produk (Rp 50 juta), investasi merek berupa produksi TVC (Rp 350 juta), promosi iklan TV dan media cetak(Rp 5,5 miliar), riset (Rp 55 juta), pendaftaran produk (Rp 200 juta) serta tenaga pemasaran dan armada penjualan (Rp 1,25 miliar).
Apa syarat bagi sebuah produk agar sukses di pasar? Menurut Harry produk akan sukses apabila mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Pada setiap waktu selalu terjadi perubahan ekspektasi konsumen yang harus ditangkap produsen dengan tepat. Untuk itu diperlukan riset konsumen yang komprehensif. Ada faktor-faktor yang tidak terbaca yang harus diantisipasi. Semua tergantung pada industri dan jenis produknya berbeda-beda. Sehebat apapun pengalaman seseorang pasti pernah mengalami kegagalan sebab ada hal-hal yang masih terlewatkan.
Harry Sanusi mengaku mengembangkan produk baik sebagai pioneer maupun follower. Kino Sweat muncul sebagai follower dengan perbaikan dari segi kemasan dalam bentuk sachet. Demikian pula, Segar Sari yang berupaya menembus pasar minuman jeruk serbuk yang dikuasai Nutrisari, Marimas dan Jas Jus.
Harry melakukan inovasi dengan menaikkan gramatur kandungan sachet. Bila kemasan lain berisi 10 gram maka Segar Sari berisi 12 gram. Meski perbedaan hanya kecil yakni 2 gram tetapi rasa Segar Sari menjadi jauh lebih enak. Inovasi lainnya dalam hal kemasan pembungkus yakni tidak menggunakan dos-dos kecil lagi tetapi memasukkan 100 sachet dalam 1 container plastik sehingga container itu masih bisa dijual lagi oleh si pemilik toko. "Memang cost-nya lebih tinggi tetapi kami bisa menghemat dari sisi iklan," kata Harry. Harry tampaknya memainkan semua peluru marketing mix yang dimiliki mulai dari product, price, place dan promotion.Produk Kino saat ini sudah merambah 15 negara yakni negara-negara ASEAN, Afganistan, Pakistan, Korea, Rusia, Afrika dan negara-negara Timur Tengah.
Sejak 2003 Grup Kino melakukan ekspansi ke Filipina dengan mendirikan perusahaan patungan Kino Consumer Philiphine Inc.Harry Sanusi semakin mumpuni dengan portofolio produk yang dimilikinya.
Bila produk-produk itu dapat dimasukkan dalam tiga golongan yakni produk sukses, dalam perjuangan dan gagal maka petanya dapat digambarkan sebagai berikut :
Produk Sukses
1. Kino Sweat
2. Ovale
3. Permen Kino
4. Master
5. Resik-V (cairan pembersih bagian rahasia wanita )
6. Absolut (pembersih wanita)
7. Eskulin (kids grooming)
8. B&B (kids grooming)
9. Sleek (household cleaning)
Produk masih dalam perjuangan di pasar
1. Panther, energy drink
2. Instan, hand sanitizer / cairan pembersih tangan anti bakteri
Produk gagal
1. K-100, obat flu 4 kaplet (3 putih, 1 merah)
2. Extra White (pemutih wajah) --- akibat salah produksi.
Suatu produk dianggap gagal Harry Sanusi bila dalam waktu 3-5 tahun tidak mampu memberikan keuntungan bagi perusahaan.Bagaimana pendapat Anda?
|