Google

Thursday, November 29, 2007

Christ Iwan Arsianto : Sepanjang Marketing Mix Tepat, Pasti Jalan

Topic : Business

By Ari Satriyo Wibowo

Christ Iwan Arsianto merupakan salah satu eksekutif puncak yang sudah banyak makan asam garam di berbagai bidang industri. Ia antara lain pernah bekerja di industri diary product (Susu Indomilk), farmasi (Kalbe Farma), distribusi (PT Faritex), consumer adhesive (PT Henkel Indonesia), distribusi consumer product (PT Enseval), cooking oil (Bimoli), mi instan dan kecap (Indofood Sukses makmur), frozen nugget (Fiesta produk Charoen Pokphand) dan terakhir di industri elektronika (Polytron). Di berbagai perusahaan itu, Christ Iwan terlibat aktif dalam peluncuran berbagai produk baru. Selain itu, pria kelahiran 5 Februari 1947 itu dikenal memiliki bisnis keluarga sukses di bidang wedding catering dengan bendera “Christ Iwan Catering”.

Pria yang mengaku takut kesetrum itu akhirnya memberanikan diri bergabung dengan perusahaan elektronika karena menganggap bahwa “marketing is marketing”. “Pemasaran durable product itu pada dasarnya sama, “ tutur Christ Iwan.

Produk elektronika dibagi menjadi dua kategori besar yakni brown goods yang terdiri dari audio video dan white goods yang mencakup produk perlengkapan rumah tangga seperti kulkas dan mesin cuci. Dinamakan demikian karena dulu di dunia Barat produk audio video memiliki kabinet yang terbuat dari kayu dan berwarna coklat, sementara peralatan rumah tangga seperti kulkas umumnya berwarna putih.

Kategori produk di Polytron dibagi menjadi tiga yakni Audio, Video dan White Goods. Dari sisi harga dan teknologi maka produk elektronika dapat dibagi lagi menjadi kategori low end dan high end. Kategori low end terdiri dari kompo jinjing dan televisi 14 inch yang merupakan produk yang berteknologi rendah. Artinya, konsumen tidak memerlukan hal canggih untuk mengerti dan membelinya, yang lebih penting produk memiliki suara atau gambar yang bagus.

Sedangkan produk-produk yang bersifat high end pendekatannya berbeda karena menyangkut nilai uang yang besar. Konsumen ketika hendak membeli produk high end biasanya akan berpikir panjang , bertanya kanan kiri dan perlu membuktikan terlebih dulu kelebihan produk itu. “Tidak mungkin seseorang karena senang pada model produk yang dilihatnya di iklan televisi 30 detik kemudian langsung menyuruh pembantu untuk membelinya. Kebayakan konsumen trial dulu baru purchase. Setelah cocok baru beli,” ujar Christ Iwan.

Dalam memasarkan produk elektronika pemasar perlu mempertimbangkan masalah penetrasi pasar. Peluang pasar elektronika biasanya diperoleh dari data jumlah rumah tangga yang memiliki produk tersebut. Produk televisi, misalnya, memiliki penetrasi pasar 55 persen. Artinya, masih terdapat 45 persen rumah tangga yang belum memiliki televisi sehingga televisi yang menggunakan tabung gambar (CRT) masih terbuka peluang pasar yang besar. Sementara, televisi Plasma dan televisi LCD potensi pasar lokalnya masih sangat kecil sehingga tidak layak untuk diproduksi di sini.

Dalam peluncuran produk baru di Polytron timnya terdiri dari Product Manager, Sales Director, Marketing Director, Research and Development Manager dan Product Designer. Bagi produk elektronik desain tampak luar produk sangat penting sekali sehingga perancang produk selalu dilibatkan.

Adapun prosesnya mula-mula adalah sebuah ide. Gagasan itu disampaikan ke bagian R&D, lalu diserahkan kepada product designer untuk dibuat prototipe. Produk elektronik sangat mementingkan fashion sebab sebelum konsumen membeli mereka melihat tampilan luarnya terlebih dulu.

Saat ini, PT Hartono Istana Teknologi memiliki dua buah pabrik seluas 205.000 m2 dan 91.000 m2 dengan karyawan tak kurang dari 3.500 orang. Investasi yang dibenamkan lebih dari Rp 500 miliar.

Pertarungan di bisnis elektronik cukup sengit, lebih-lebih untuk produk teve. Sony, Sharp, Toshiba, Samsung, LG hingga Sanken dianggap pesaing kuat. Polytron berusaha lebih dari merek-merek itu atau paling tidak sejajar dengan mereka. Khusus untuk menhadapi serbuan produk elektronik Cina yang murah yang cukup mengganggu PT Hartono Istana Teknologi menghadangnya dengan second brand yakni merek Digitec.

Dalam urusan merchandising, Polytron bersaing dengan produk-produk Sharp, Samsung dan LG. Bila mereka melakukan promosi maka Polytron akan menempel dengan ketat atau sebaliknya bila Polytron gencar promosi maka mereka pun turut berpromosi.

Di tahun 2002, Polytron harus bersaing dengan televisi Sharp yang memimpin pasar dengan penguasaan pasar sekitar 23 persen. Polytron juga harus berhadapan dengan PT Samsung Electronics Indonesia yang di tahun yang sama menguasai pasar sebesar 15 persen. Belum lagi Toshiba yang menguasai pasar menengah yang ditinggalkan Sony, dengan penguasaan pasar sekitar 15 persen. Dengan produk lokal lainnya, Polytron bertempur head to head dengan Akari. Pasalnya, produsen yang punya pabrik di Surabaya itu berhasil meraup 8 persen pasar teve nasional. Sedangkan, pangsa pasar Polytron di pasar televisi sebesar 20 persen.

Pasar ekspor Polytron 5 persen, sisanya 95 persen terserap di pasar lokal. Sejak 1992 Polytron sudah menembus pasar Eropa tetapi merek mereka diganti dengan merek yang sudah mapan di sana yakni Cancer dan Condor. Selain itu ekspor menjangkau Filipina, Myanmar, Pakistan, Timur Tengah, Republik Dominika hingga AS. Di pasar luar negeri yang menjadi pesaing kuat mereka adalah Jepang dan Korsel.

Agar lebih unggul Polytron kemudian mengadopsi teknologi Digital Intelligent Picture Enhancement (DIPE). Konon, teknologi tersebut memproses setiap sinyal yang masuk secara digital , baik sinyal teve maupun video, yang mampu mendeteksi kualitasnya secara otomatis. Produk tersebut dibuat sebanyak 5000 unit per bulan dengan menyerap komponen lokal sekitar 50 persen.

Di sektor audio Polytron sudah merintisnya sejak 1987 dengan mengeluarkan kompo portabel. Teknologi Sing-A-Song diperkenalkan tahun 1994 dan teknologi tersebut merupakan teknologi auvi dalam audio kaset yang sudah dipatenkan di AS, Kanada dan Indonesia.Pada tahun yang sama Polytron memperkenalkan compo dengan CD. Pangsa pasar audio radio Polytron sekitar 60 persen.

Pasar home teater pun dimasuki Polytron dengan memperkenalkan home teatre terbaru MX 5 dan MX 7 serta speaker seperti MX 50 (center speaker system), MX 70 (surround system) dan Mx 90 (front main speaker). Posisi Polytron makin kokoh pada tahun 2000. Produksinya saat itu mencapai 600.000 unit audio dan 400.000 unit video. Pada tahun 2003 angkanya meningkat menjadi 1,05 juta unit audio dan 1,05 juta unit video.

Selain menuai sukses ada beberapa produk Polytron yang mengalami kegagalan di pasar yakni monitor komputer VGA, Fuzzy Logic AC Windows dengan remote control dan antena parabola yang terpaksa dihentikan produksinya.

Meski andalannya televisi dan audio video, sejak tahun 2000 Polytron mulai merambah ke white goods dengan memproduksi kulkas. Diantaranya kulkas Hot & Cool yang mengombinasikan penyimpanan produk dingin dan panas serta seri terbaru bernama Grasso. Awalnya produk kulkas diproduksi 30.000 unit dengan merek Polytron dan Digitec. Setahun kemudian, Polytron juga merambah ke produk pompa air jet pump.

Apa resep sukses Christ Iwan dalam meluncurkan produk baru? “Sepanjang marketing mix atau 4P tepat, pasti jalan. Tidak ada cerita produk itu tidak laku bila semuanya sudah benar,” ujarnya.

Selain itu, meski sudah berhasil melakukan launching hendaknya pemasar tetap mewaspadai karena pasar semakin berubah cepat. Apakah itu berupa perilaku konsumen, informasi dan lain-lain. Christ Iwan mencontohkan PT Modern Photo Tbk distributor Fuji Film di Indonesia harus meredefinisi ulang bisnisnya dari produsen kamera analog dan film foto menjadi produsen kamera digital. Modern Photo kemudian membuka banyak gerai Fuji Digital Image untuk melayani cetak digital.”Mereka memposisikan dirinya kembali bukan pencetak film seluloid tetapi sebagai pencetak film digital. Bila tidak mereka akan mati,” katanya.

Bila dulu perencanaan dalam jangka waktu 10 tahun masih mungkin dilakukan dengan hasil yang tidak berbeda jauh. Sekarang bahkan untuk melakukan perencanaan lima tahun cukup sulit. “Jadi planning yang baik itu antara 1 sampai 3 tahun dengan di - breakdown setiap bulannya ,” papar Christ Iwan.

Bagaimana pendapat Anda ?