Google

Friday, February 8, 2008

Sekali Lagi Tentang Kisah Sukses Thomson dan Yamanaka



By Dr. dr. Armyn Nurdin, Msc
Asisten Deputi Menko Kesra Bidang Kependudukan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup


James Thomson dari Universitas Wisconsin di Madison dan jurnal Cell yang melaporkan hasil penelitian Shinya Yamanaka dari Universitas Kyoto dalam edisi 20 November 2007. Thomson inilah orang pertama yang berhasil mengisolasi dan mengembangkan stem cell babi pada tahun 1996 dan stem cell manusia in vitro tahun 1998.

Penemuan ini sangat spektakuler dilihat dari pelbagai asperknya, khususnya dari aspek etikanya, karena tidak menimbulkan debat etika dari pelbagai sudut pandang, baik agama maupun humanisme.

Apa persis yang dibuat oleh Thomson dan Yamanaka? Secara singkat mereka bisa membuat sel-sel kulit menjadi stem cell yang mempunyai karakter seperti embryonic stem cell tanpa harus melakukan cloning. Kedua tim itu sama-sama memakai empat jenis gen yang dimasukkan ke dalam sel kulit tetapi jenisnya ada yang berbeda. Yamanaka memakai OCT3/4, SOX2, KLF4 dan c-MYC, sedangkan Thomson memakai OCT4, SOX2, NANOG dan LIN28.

Yamanaka memakai sel kulit dari seorang perempuan berumur 36 tahun sedangkan Thomson memakai sel kulit dari bayi yang baru lahir.

Mereka mengubah sel kulit yang biasa menjadi apa yang mereka sebut sebagai induced pluripotent stem cell (IPS) yang berkarakter seperti embryonic stem cell.

Kesamaan karakter ini meliputi hamper semua bidang, baik dalam penampilan maupun tingkah laku genomiknya. Dalam percobaannya, IPS itu ternyata bisa membuat tiga germ layers, di mana lapisan pertamanya akan menjadi semua jaringan dan organ manusia.

Dari IPS itu juga ternyata bisa dikembangkan menjadi sel-sel saraf, otot, tulang rawan dan bahkan juga otot-otot jantung. Dalam percobaan yang mereka buat,setelah 12 hari pembiakan, ternyata sel-sel itu mulai berdenyut seperti otot jantung.

Riset ini masih merupakan riset awal sehingga Yamanaka sendiri mengatakan bahwa terlalu dini untuk mengatakan IPS ini akan bisa menggantikam embryonic stem cell. Efisiensi teknik ini memang masih sangat rendah karena dari 50.000 sel kulit yang dipakai, mereka hanya mendapatkan 10 IPS. Namun, teknik ini masih bisa dikembangkan lebih lanjut supaya lebih efisien. Yamanaka sangat optimistis dengan penemuannya itu, bahkan dia mengatakan teknik yang sama ini bisa dipakai untuk membuat sel telur dan sperma dari sel kulit.

Kalau ini terjadi maka akan banyak menolong pasangan yang menginginkan anak, tetapi tidak bisa oleh karena pasangan itu tidak mempunyai sperma atau ovum. Secara teknis dan etis, keberhasilan Thomson dan Yamanaka ini merupakan langkah yang sangat spektakuler.

Dari segi teknis, keberhasilan ini mengatasi masalah teknik yang sangat pelik. Para peneliti menyambut dengan sangat antusias breakthrough ini karena teknologi ini akan sangat menghemat biaya, baik bahan bakunya maupun teknologi peralatannya. Thomson sendiri berkomentar, ”Pada prinsipnya, ribuan laboratorium yang tersebar di seluruh AS mulai besok bisa mengerjalannya.”

Para etikawan dan kelompok religius juga menyambutnya dengan gembira karena penemuan ini menjadi akhir dari kontroversi yang menyelimuti riset stem cell. Bahkan mereka mengatakan bahwa inilah salah satu hasil dari para aktivis pro life yang mendesak para ahli untuk menemukan cara memperoleh stem cell yang sangat berguna tanpa harus melanggar harkat dan martabat manusia. Ternyata, para ahli bisa menunjukkan kepiawaiannya untuk mengatasi hal ini dengan menciptakan stem cell yang tanpa harus membuat dan membunuh embrio manusia.