Topic : Government
By Ari Satriyo Wibowo
Sebuah dialog antara Malaysia dan Indonesia bertemakan “Transforming Innovation into Bussiness Opportunites” diselenggarakan di Gedung DRN Puspitek Serpong, Jumat (14/12). Dialog tersebut mempertemukan Menteri Riset dan Teknologi RI, Kusmayanto Kadiman dan Menteri Ilmu, Teknologi dan Inovasi Malaysia (MOSTI), Dr. H.E. Dato' Seri Jamaludin Jarjis.
Secara berkelakar Kusmayanto Kadiman menyatakan bahwa acara itu adalah pertemuan antara Dato JJ dan Datuk KK yang bila disingkat menjadi JK, yang tidak lain merupakan inisial Wakil Presiden Indonesia yakni Jusuf Kalla. “Sayangnya jumlah huruf K saya dua bukan satu sehingga tidak dipanggil Datuk K,” ujar Kusmayanto masih dalam nada bercanda. Asal tahu saja, "Datuk K" adalah nama suami dari artis penyanyi Malaysia terkenal , Siti Nurhaliza.
Acara yang dengan antusias dihadiri kalangan ABG (Akademis, Bisnis dan Government) itu, menurut Kusmayanto hanya diundangnya melalui teknologi SMS saja.
Masih soal kata “undang” dan “ jemput” terjadi perbedaan pengertian antara Malaysia dan Indonesia. Bagi orang Indonesia “jemput” berarti “to pick up” sementara “undang” berarti “to invite”. Sedangkan, di Malaysia “jemput” bermakna “to invite”. “Akibatnya, ketika orang Indonesia datang ke Bandara Malaysia mereka marah karena ternyata tidak “dijemput” (to pick up) , sementara orang Malaysia yang "menjemput" (to invite) merasa tersinggung karena orang Indonesia ternyata tidak datang,” kata Kusmayanto dengan nada kocak.
Oleh karena itu, kerjasam dan saling pengertian antara kedua bangsa serumpun tersebut perlu dibina. Dalam waktu dekat kedua menteri itu akan merumuskan secara legal produk apa saja yang bisa diproduksi bersama dan diekspor.
Selama ini, menurut Jarjis ada tiga kendala yang disebutnya sebagai Valley of Death (lembah kematian). Pertama, ketika hendak memulai tetapi tidak menguasai teknologinya. Kedua, ketika sudah menguasai teknologinya tetapi tidak memiliki dana untuk untuk mewujudkannya. Ketiga, sudah berhasil memproduksi barang dan siap di lempar ke pasar tetapi ternyata pasar sudah dikuasai produk-produk Cina yang berharga murah.
Lebih lanjut Jarjis mengatakan kerjasama Indonesia-Malaysia yang disebutkan Jarjis sebagai bangsa Melayu tidak hanya soal riset saja. Namun kerjasama dalam pembiayaan keuangan dan produk. "Kenapa kalau Cina bisa mengekspor barang-barangnya, kita tidak? Maka hal itu sudah seharusnya dilakukan oleh kita. Kita rebut pasar Cina,"ujar Jarjis.
Pasar produk yang dibidik tentu saja disesuaikan dengan produk khas Indonesia dan Malaysia yang beriklim tropis. Terkait dengan pembiayaan keuangam, Malaysia tidak hanya memberikan modal kepada perusahaan baru tapi juga perusahaan yang akan dibuka di Indonesia. Untuk itu perlu dibuatkan aturan secara legal, agar tidak terkena pajak ganda. Menteri Kadiman mengatakan dengan aturan yang jelas, maka tidak akan ada pajak di Malaysia dan ditarik lagi di Indonesia, demikian juga fiskal dan non fiskal.
Dialog interaktif yang berlangsung di Puspitek itu berakhir dengan kedua menteri yang didampingi Astronot Malaysia Pertama Dr. Sheikh Muszaphar Shukor Al Masrie berkeliling mengunjungi stand pameran teknologi dari Badan tenaga nuklir nasional (BATAN), Lembaga penerbangan dan antariksa nasional (LAPAN) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Bagaimana pendapat Anda?
Foto-foto presentasi Dato Seri Jamaludin Jarjis oleh dr. Erik Tapan.
|