Google

Tuesday, April 1, 2008

Unfair Trade Pada Komoditas Teh Indonesia Bukan April Mop


Sumber:http://www.atmstravelnews.com/clients/123246/images/44-Angkasa_Indonesia_tea_pickers.jpg

Topic : Government, Business

By Ari Satriyo Wibowo

Teh adalah minuman yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman semak Camellia sinensis dengan air panas. Teh yang berasal dari tanaman teh dibagi menjadi 4 kelompok: teh hitam, teh oolong, teh hijau, dan teh putih.

Teh dikenal di Indonesia sejak tahun 1686 ketika seorang Belanda bernama Dr. Andreas Cleyer membawanya ke Indonesia yang pada saat itu penggunaannya hanya sebagai tanaman hias. Usaha perkebunan teh pertama dipelopori oleh Jacobson pada tahun 1828 dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda. Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan perdagangan teh diambil alih oleh pemerintah RI dan kini pihak swasta pun banyak terlibat.

Teh merupakan sumber alami kafein, teofilin dan antioksidan dengan kadar lemak, karbohidrat atau protein mendekati nol persen. Teh bila diminum terasa sedikit pahit yang merupakan kenikmatan tersendiri dari teh.

Teh asal Indonesia dikenal memiliki kandungan antioksidan tinggi guna menanggulangi radikal bebas. Sayangnya meski memiliki kualitas bagus karena mengandung antioksidan harga tetap rendah sehingga merugikan petani. Seandainya harga rata-rata dunia US$ 2 maka teh asal Indonesia hanya dihargai US $1. Selama 2000-2003 petani teh Indonesia diperkirakan mengalami kerugian mencapai Rp 180 miliar per tahun akibat rendahnya harga jual teh.

Pada tahun 2004 harga teh Indonesia berkisar US$ 1.2 per kilogram mendekati harga ideal pada tahun 1998. Sampai tahun 2007 harganya relative stabil pada kisaran harga US$ 1.4 per kilogram.

Konsumsi teh di Indonesia sebesar 0,8 kilogram per kapita per tahun masih jauh di bawah negara-negara lain di dunia, walaupun Indonesia merupakan negara penghasil teh terbesar nomor enam di dunia.

Sektor perkebunan teh atau bagian hulu menyumbang pendapatan sebesar Rp 1, 2 triliun terhadap PDB dan mempekerjakan sekitar 320.000 pekerja atau setara untuk menghidupi 1, 3 juta orang bila dihitung bersama keluarga mereka. Sementara di bagian hilirnya, yakni industri teh menyumbang pendapatan bagi negara sebesar Rp 2,5 triliun dan mempekerjakan sekitar 50.000 orang pekerja

Namun, kondisi bisnis teh di Indonesia tetap saja runyam karena pasar ekspor teh Indonesia ke beberapa negara tertentu nyaris tertutup sebagai akibat hambatan bea masuk yang tinggi. Sebaliknya, produk teh negara-negara tersebut bisa leluasa masuk dan bersaing dengan produk teh lokal Indonesia karena hanya dikenakan bea masuk yang murah yakni sebesar 5 %.

Akibatnya terjadilah ketidakadilan dalam perdagangan : teh Indonesia kalah bersaing di negara-negara tertentu karena dikenakan bea masuk yang tinggi sekitar 30-40 % , sementara teh asal negara-negara tertentu itu mampu menggerogoti pasar teh domestik karena hanya dikenakan bea masuk sebesar 5 % saja.

Vietnam yang baru saja masuk ke pasar teh berani memasang tarif bea masuk 50%. Sedangkan, Pakistan mengenakan tarif bea masuk sebesar 40 %.

Departemen Keuangan sebagai penentu tarif seharusnya segera merevisi tarif bea masuk yang tidak adil itu.



Akibatnya produk teh hitam Indonesia yang dijual dengan harga US$ 1,4 per kg akan menjadi mahal sekali harganya ketika masuk ke Vietnam, India, China dan Srilangka sehingga tidak akan mampu bersaing. Sebaliknya produk teh Vietnam yang memiliki harga US$ 0,7 bila masuk ke Indonesia hanya dikenakan bea masuk 5% sehingga harga tetap murah yakni sekitar US$ 0,80.

Dari tabel di atas terlihat telah terjadinya “UNFAIR TRADE” dengan adanya pengenaan tarif impor yang sangat berbeda jauh dan tidak adil. Akibatnya, teh asal Indonesia tidak mampu bersaing di luar negeri sementara pasar dalam negeri rentan sekali diserbu produk teh asing karena tarif bea masuk yang terlalu rendah.

Bagaimana pendapat Anda?