Google

Tuesday, April 22, 2008

Langkah Nyata Memperingati Hari Bumi



Sumber gambar : http://media.bonnint.net/slc/112/11296/1129626.jpg

Hari Bumi pertama diperingati di Amerika Serikat. Awalnya, seorang senator AS, Gaylord Nelson, berpidato tentang lingkungan pada tahun 1969. Dia menyatakan akan adanya demonstrasi besar-besaran tentang lingkungan hidup terkait semakin rusaknya kondisi bumi.

Banyak orang yang mendukung Nelson. Dukungan itu terus membesar dan memuncak dengan diadakannya peringatan Hari Bumi yang monumental pada 22 April 1970.

Saat itu, jutaan orang turun ke jalan, berdemonstrasi di Fifth Avenue di New York. Mereka menyerukan penghentian perusakan bumi. Tidak kurang dari 1.500 perguruan tinggi dan 10.000 sekolah berpartisipasi dalam unjuk rasa di New York, Washington, dan San Fransisco.

Gerakan itu diikuti masyarakat di berbagai negara di dunia. Sejak saat itu, tanggal demonstrasi tersebut diperingati sebagai Hari Bumi.

Isu pemanasan global dan perubahan iklim mewarnai peringatan Hari Bumi yang jatuh 22 April hari ini. Meski begitu, belum ada tindakan yang berarti untuk mengurangi pemanasan global.

Padahal, peringatan akan bahaya pemanasan global sudah muncul sejak 2006 lalu, disampaikan pemenang Nobel Perdamaian Al Gore. "Belum ada tindakan nyata untuk memperbaiki kondisi bumi," kata pemenang Nobel yang juga mantan wakil presiden Amerika Serikat tersebut.

Selain peringatan dari Al Gore, sebuah film dokumenter berjudul An Inconvenient Truth (Sebuah Kebenaran yang Tidak Menyenangkan) juga sudah beredar di seluruh dunia. Bahkan, film itu berhasil memenangkan penghargaan perfilman Oscar.

Namun, belum banyak warga dunia yang menyadari bahaya pemanasan global dan melakukan upaya-upaya untuk mengatasinya. "Sejak peneliti menyatakan bahwa kita mempunyai waktu sepuluh tahun untuk menghentikan naiknya permukaan air laut, situasi semakin memburuk," ujarnya.

Menurut Al Gore, kepedulian terhadap bumi yang makin sekarat itu hanya berlangsung saat peringatan Hari Bumi itu saja. Setelah itu, warga dunia pun terkesan melupakan.

Sementara itu, dalam rangka memperingati Hari Bumi, WWF menyelenggarakan pemutaran film "The Earth' di Blitz Megaplex, Grand Indonesia Lantai 8, Jakarta Pusat.

Film “The Earth” mengangkat tiga kisah menakjubkan dari tiga karakter utamanya: beruang polar, gajah afrika, dan paus bongkok di habitatnya masing-masing yang indah.

Secara alami, kehidupan mereka secara perlahan berubah karena pemanasan global. Dan, yang menyedihkan, mereka tidak hanya mengalami perubahan besar dalam hidupnya, tapi juga kemungkinan mengalami kepunahan.

Dalam 5 tahun pembuatannya, BBC mengikuti perkembangan Bumi. Dan, hasilnya, film ini membawa penonton ke dalam sebuah petualangan mengelilingi bumi dan dalam waktu bersamaan mengingatkan kita akan kerapuhan keanekaragaman hayati makhluk – makhluk didalamnya.

Pesan dari Greenpeace

Salah satu hal yang membuat Bumi ini sakit adalah meningkatnya temperatur suhu di Bumi yang disebabkan oleh makin banyak gas rumah kaca yang terdapat di lapisan ozon, salah satu hal yang mengakibatkan meningkatnya emisi gas rumah kaca adalah tingkat kabakaran hutan yang tinggi, Indonesia adalah peringkat ketiga di dunia sebagai penyumbang Gas rumah kaca yang mempengaruhi perubahan iklim.

Greenpeace pada hari Senin, 21 April 2008 mengeluarkan laporan yang bertajuk MEMBAKAR KALIMANTAN, Dalam laporan yang bernada keras, bertajuk “Membakar Kalimantan”, Greenpeace membeberkan laporan baru yang menunjukkan titik-titik dimana para pemasok Unilever menghancurkan hutan gambut dan habitat orangutan demi menanam kelapa sawit, salah satu bahan penting dalam pembuatan merek sabun terkenal Unilever.

Laporan ini juga menjelaskan bagaimana pertumbuhan sektor kelapa sawit memberikan dampak buruk terhadap keanekaragaman hayati. Jumlah populasi orangutan merosot drastis dan terancam kepunahan. Dengan memetakan kawasan yang dikendalikan oleh perusahaan-perusahaan kunci yang menjadi pemasok perusahaan Unilever, laporan ini menjelaskan bagaimana perusahaan dengan hubungan langsung dengan Unilever saat ini membabat habitat orangutan yang tersisa. Laporan ini juga mencakup riset lapangan yang dilakukan oleh Greenpeace di bulan-bulan awal tahun 2008.

Pemasok Kelapa Sawit Membakar Kalimantan

Greenpeace menyerukan pemerintah Indonesia untuk segera mendeklarasikan moratorium konversi lahan gambut dan hutan dengan kriteria minimum sebagai berikut:

1. Tidak ada perkebunan baru dalam kawasan hutan yang sudah dipetakan
2. Tidak ada perkebunan baru yang dibuka dengan cara merusak lahan gambut
3. Tidak ada perkebunan atau perluasan areal perkebunan pasca-November 2005 yang dihasilkan dari deforestasi atau merusak kawasan dengan nilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest, HCVF).
4. Tidak ada perkebunan atau perluasan areal perkebunan pada kawasan masyarakat adat atau kelompok masyarakat yang menggantungkan hidup mereka pada hutan tanpa persetujuan mereka yang diambil tanpa tekanan (free prior informed consent, FPIC).
5. Menginformasikan secara terbuka rantai lacak pasokan serta sistem segregasi yang dapat menandai dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari kelompok yang gagal memenuhi kriteria di atas.

Greenpeace membutuhkan dukungan untuk Penyelamatan Hutan Indonesia, yang bertujuan :

1. Menerapkan penghentian sementara (moratorium) atas seluruh kegiatan konversi hutan termasuk pembalakan dan pengeringan lahan gambut

2. Merehabilitasi lahan gambut yang rusak dengan menanam tumbuhan yang alami.

3. Menghentikan kebakaran hutan dan lahan gambut

4. Mencabut semua ijin konsesi HPH di Indonesia

5. Menghentikan konversi lahan hutan untuk keperluan perkebunan kelapa sawit dan industri kertas di Indonesia.

Bagaimana pendapat Anda?


Sumber : Reuters, AFP, WWF dan Greenpeace