Google

Saturday, September 1, 2007

Sepak Terjang dr. Retno Tranggono, SpKK yang Pantas Diteladani

Topik : Business

Gara-gara jip tua Rusianya menabrak pohon bugenvil milik tetangga pada tahun 1963 garis hidup dr. Retno Tranggono, SpKK seolah telah ditentukan. Ia kelak akan menjadi dokter kulit, ahli kosmetik sekaligus pengusaha. Bila Inggris memiliki Anita Roddick seorang ibu rumah tangga biasa dan pegiat lingkungan yang akhirnya mendirikan The Body Shop maka Indonesia seharusnya lebih bangga lagi memiliki Retno Tranggono yang selain ibu rumah tangga, juga seorang dokter kulit dan ilmuwan kosmetika mumpuni.

Kembali ke kisah awal. Wanita tetangganya yang bernama Bo Tan Tjoa atau biasa dipanggil sebagai Ibu Antari itu memiliki kenalan dr. Tio Tiong Ho, seorang dokter kulit di Surabaya. Mereka berdua sedang merencanakan membangun pabrik Viva Kosmetik, dengan produk kosmetik yang khusus ditujukan kepada masyarakat yang tinggal di iklim tropis.

Ketika Ibu Antari mendirikan Viva Health and Beauty Institute sebagai pengembangan Viva Kosmetik maka diajaklah Retno yang waktu itu masih kuliah di tingkat lima sebagai doctoranda medicus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia untuk menjadi salah satu pengajar. Disitulah Retno Tranggono belajar mengenai seluk beluk dunia kosmetik dan kemudian mendorongnya untuk mengambil spesialisasi dokter kulit.

Padahal waktu itu jurusan kulit dan kelamin bukanlah jurusan yang ”luhur” dan favorit. Jurusan itu bukanlah ”lahan basah” dan dokter kulit dan kelamin di masa itu lazim dinobatkan sebagai ”dokter kere”.

Pada masa itu, kosmetik yang dipasarkan sama sekali tidak sesuai dengan kondisi kulit wanita Indonesia. Bisa dimaklumi karena pengetahuan tentang ilmu kecantikan pada era itu masih diadaptasi dari teori kecantikan Belanda. Orang Belanda menganjurkan, sebaiknya jerawat cukup vvdipoles atau ditutupi dengan bedak atau krim.Kulit wajah tidak boleh disabun. Kandungan soda dalam sabun dinilai menyebabkan kulit kering dan rusak. Sampai tahun-tahun 1960-an, ”rumus kecantikan” seperti itu masih dipercaya.

Retno kemudian mengubah pemahaman itu. Orang Belanda tidak melihat bahwa kulit orang Eropa berbeda dengan kulit orang Indonesia. Retno kemudian menjadi pionir bagi perkembangan ilmu kosmetika di Indonesia. Tanpa Retno mungkin dunia kosmetika Indonesia tidak berkembang pesat seperti sekarang ini.

Adalah Retno jualah yang mendirikan Sub Bagian Ilmu Kulit dan Kosmetika (Kosmeto Dermatologi) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 1 April 1970. Itu tak lepas dari dukungan Kepala Bagian Kulit dan Kelamin Prof. Dr. M. Djoewari yang berkata, ” Kalau kamu yakin ilmu itu diminati oleh para dokter dan masyarakat juga membutuhkan, dirikanlah bagian itu.”

Pengalamannya selama puluhan tahun di bidang kulit dan kosmetik akhirnya dituangkannya menjadi filosofi ”The Science of Beauty” yang telah dipatenkan. Filosofi itu berbunyi agar kulit sehat, cantik dan aman dipengaruhi oleh 3 faktor yakni faktor lingkungan alam, faktor manusia dan faktor kosmetika.

Berangkat dari idealismenya sebagai ilmuwan kosmetika serta untuk ”meluruskan” pemahaman masyarakat tentang kosmetika maka Retno bersama sang suami dr. Suharto Tranggono,SpKJ,SpKP, seorang psikiater di TNI Angkatan Udara membangun usaha PT Ristra Indolab yang berawal dari garasi rumahnya pada 1983.

Untuk itu, Retno terpaksa mengorbankan karirnya di lingkungan pegawai negeri dengan mengambil pensiun dini pada 1984. Ia memanfaatkan garasi rumahnya di kompleks AU JL. Rajawali Selatan, Jakarta Utara sebagai pusat riset dan mencari obat-obatan bagi kulit wajah.

Kelak ketika PT Ristra Indolab berkembang pesat Retno pun memimpin sendiri kegiatan R&D di perusahaannya. Hasilnya antara lain berupa temuan tentang konsep PH Balanced dan Radical Protection Factor (RPF) yang sudah diakui dunia internasional.

Karena lingkungan Indonesia adalah iklim tropis dengan intensitas matahari yang tinggi, karakteristis orang Asia atau orang Indonesia khususnya adalahkulit coklat di mana pandangan kebanyakan masyarakat terhadap kulit yang cantik adalah kulit yang putih maka dibutuhkan kosmetik yang cocok dengan alam lingkungan tropis dan karakteristik kulit Asia yang coklat tersebut. Semua produk Ristra mulai dari perawatan kulit, perawatan rambut, sampai make up telah dibuat sedemikian rupa sehingga cocok dengan karakteristik kulit orang Asia dan Indonesia pada khususnya --- termasuk pada Trustee (untuk wanita muda, usia 18 tahun) dan Platinum ( kosmetika dekoratif).

Agar pengetahuan mengenai kosmetika bisa tersebar luas maka sejak 2006 ia mendirikan Ristra Institute of Skin Health and Beauty Science. Di sini diberikan pelajaran dasar-dasar cosmetic dermatology untuk para dokter dan tenaga kesehatan dalam waktu seminggu.

Pada tanggal 23 Agustus 2007 bertempat di Toko Buku Kinokuniya, Sogo, Plaza Senayan, Jakarta dr. Retno Tranggono meluncurkan buku ”Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik”.” Ini buku masterpiece saya, ” ujarnya bangga.

Senin lusa, 3 September 2007 menurut rencana dr. Retno juga hendak meluncurkan buku biografi di sebuah hotel di kawasan Kuningan Jakarta. Buku biografi setebal 335 halaman itu ditulis Dr. Jean Couteau (62 tahun), sastrawan Perancis multibahasa yang tinggal di Bali, di mana ia mengajar di sebuah institut seni rupa.

Langkah-langkah dr. Retno Tranggono kiranya patut ditiru kalangan ABG lainnya dalam memajukan bangsa ini dengan melakukan R&D sendiri. Tak pelak ia memang merupakan salah satu aset bangsa yang pantas diteladani. Bagaimana pendapat Anda? (ASW)