Topic : Business
Tak banyak pengusaha di Indonesia yang rajin melakukan R&D. Salah satu sosok yang jarang itu adalah dr. Retno Tranggono, SpKK pendiri perusahaan kosmetik Ristra.
“Kegiatan R&D itu jantung hatiku,” begitu selalu dikatakannya dengan bangga. Tidak mengherankan berkat kegiatan R&D-nya itu Retno sering dijuluki sebagai ”Ibu pH Balanced” berkat temuannya yang fenomenal itu.
Hal itu berawal ketika Retno mengikuti kongres The International Federation of Society Cosmetic Chemist (IFSCC) di Barcelona, Spanyol tahun 1986. Di kongres itu Retno terlibat diskusi serius mengenai keasaman produk kosmetik dan keasaman kulit.”Kulit itu memiliki derajat keasaman tertentu yang berfungsi untuk melindungi kulit,” kata wanita kelahiran Jakarta, 17 November 1939 itu.
Dengan keasamana kulit maka kulit dilindungi secara alamiah oleh kulitnya sendiri.Sebagai penjaga keseimbangan pH kulit adalah lemak kulit, keringat dan sel-sel yang mati. Ia kemudian melakukan penelitian terhadap 400 responden pria dan wanita dari Indonesia. Hasilnya diperoleh derajat keasaman kulit rata-rata sebesar 5,5. “Pada waktu itu mengukur pH kulit itu tidak mudah ,” Retno menambahkan.
Di luar negeri sebelumnya sudah ada yang mengukur pH Balanced tetapi angkanya masih dalam kisaran 3 sampai 4. Sampai akhirnya Retno menemukan pH Balanced 5,5 dan dibenarkan oleh peneliti-peneliti luar negeri selanjutnya. “Sejak itu saya menetapkan semua produk Ristra harus menerapkan pH Balanced. Hal itu lebih mudah karena Ristra masih merupakan produk baru sehingga mudah untuk melakukan penyesuaian, “ ungkap ibu tiga anak itu.
Salah satu berkah R&D yang dilakukan Retno adalah kemampuannya untuk menghasilkan produk-produk asli dalam negeri. “Semua formulasi Ristra adalah ciptaan kami sendiri. Tidak ada yang mengambil dari luar negeri. Semua orisinil,” katanya.
Kosmetik, menurut Retno, harus diformulasikan secara ilmiah, harus dibuat dari bahan baku berkualitas paling unggul. Pembuatannya harus berstandar modern dan higienis, harus ber-pH Balanced, yaitu sesuai dengan kadar keasaman kulit orang yang bersangkutan. Bahan bakunya juga wajib lolos dalam tiga uji keamanan yaitu tes tempel, tes aplikasi dan tes efikasi. Semua tes itu dilakukan pada kulit sukarelawan. Tes tempel, patch test, untuk melihat tingkat keamanan bahan baku, tes aplikasi atau usage test untuk mengetahui tingkat keamanan bahan baku, tes aplikasi atau usage test untuk mengetahui keamanan kosmetik yang sudah diproduksi dan tes efikasi, alias efficacy test untuk mengukur daya gunanya sebelum dan setelah dipakai, dengan menggunakan alat canggih yang computerized. Disamping itu, pada produk-produk tertentu dilakukan uji klinis di House of Ristra di bawah pengawasan ketat tim dokter.
Pada akhir tahun 1990-an sudah ada 82 item yang diproduksi Ristra. Perkembangan itu tentu saja tidak terjadi tanpa perubahan sistem dan struktur perusahaan. Paling krusial, produk apa pun harus senantiasa mencerminkan ciri “ilmiah” yang tetap terjaga. Untuk itulah, mulai tahun 1983 dia mendirikan Laboratorium Research and Development (R&D) yang dikepalai oleh seorang apoteker lulusan Jerman, Dra. Rosali Setiawan, Apt. Retno selalu terlibat di laboratorium untuk meramu formula produk baru. Tujuannya, mengonsep produk-produk baru, menguji kelayakan teknisnya, serta menjamin keampuhan dan keamanan medianya. Ini mutlak, guna menjawab keraguan masyarakat sekaligus membuktikan keaslian formula Ristra. Retno juga melakukan uji coba yang melibatkan sukarelawan.
Laboratorium berkonsep medis yang dirintisnya itu merupakan laboratorium teruji pertama yang berdiri di Indonesia dalam bidang kosmetik. Bahkan, menurut Retno, pada 1986 merupakan laboratorium pertama yang menerapkan teknologi pH-Balanced. Karena industri kosmetik Jepang sudah sangat mapan dan kompleks maka diperlukan tenggang waktu penyesuaian yang cukup panjang. Akibatnya, industri kosmetik negeri itu kalah cepat dengan Ristra dalam teknologi pH-Balanced.
Salah satu hasil pertama dari laboratorium itu, khususnya dari bagian quality control menyangkut uji coba bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan produk Ristra. Artinya, bukan kosmetik saja yang diuji, tetapi bahan komponennya pula. Dalam melakukan tes uji ini, Retno sering menemukan bahwa ketidakmurnian bahan baku kerap menjadi sumber masalah. Kenyataan itu semakin meyakinkannya untuk memproduksi kosmetik berbahan dasar yang punya standar farmasi. Kalau perlu dengan mengimpor dari Eropa atau Jepang.”Bahan impor Cina atau India memang murah,” kata Retno,”tetapi kebanyakan kualitasnya rendah. Ristra selalu memakai bahan baku yang berkualitas tinggi. Bahan dasar asal Indonesia waktu itu kebanyakan hanya air, alkohol dan glycerine. Bahan-bahan dasar lainnya sama sekali belum bisa diandalkan.”
Tentu saja, kebijakan mengimpor bahan dasar itu menjadikan produk Ristra lebih mahal dibanding produk lokal.”Tetapi tentunya terjamin bagi pemakai. Rambut pasti tak akan rontok dan kulit tak akan rusak,” pungkas Retno.
Bagaimana pendapat Anda? (ASW)
Tak banyak pengusaha di Indonesia yang rajin melakukan R&D. Salah satu sosok yang jarang itu adalah dr. Retno Tranggono, SpKK pendiri perusahaan kosmetik Ristra.
“Kegiatan R&D itu jantung hatiku,” begitu selalu dikatakannya dengan bangga. Tidak mengherankan berkat kegiatan R&D-nya itu Retno sering dijuluki sebagai ”Ibu pH Balanced” berkat temuannya yang fenomenal itu.
Hal itu berawal ketika Retno mengikuti kongres The International Federation of Society Cosmetic Chemist (IFSCC) di Barcelona, Spanyol tahun 1986. Di kongres itu Retno terlibat diskusi serius mengenai keasaman produk kosmetik dan keasaman kulit.”Kulit itu memiliki derajat keasaman tertentu yang berfungsi untuk melindungi kulit,” kata wanita kelahiran Jakarta, 17 November 1939 itu.
Dengan keasamana kulit maka kulit dilindungi secara alamiah oleh kulitnya sendiri.Sebagai penjaga keseimbangan pH kulit adalah lemak kulit, keringat dan sel-sel yang mati. Ia kemudian melakukan penelitian terhadap 400 responden pria dan wanita dari Indonesia. Hasilnya diperoleh derajat keasaman kulit rata-rata sebesar 5,5. “Pada waktu itu mengukur pH kulit itu tidak mudah ,” Retno menambahkan.
Di luar negeri sebelumnya sudah ada yang mengukur pH Balanced tetapi angkanya masih dalam kisaran 3 sampai 4. Sampai akhirnya Retno menemukan pH Balanced 5,5 dan dibenarkan oleh peneliti-peneliti luar negeri selanjutnya. “Sejak itu saya menetapkan semua produk Ristra harus menerapkan pH Balanced. Hal itu lebih mudah karena Ristra masih merupakan produk baru sehingga mudah untuk melakukan penyesuaian, “ ungkap ibu tiga anak itu.
Salah satu berkah R&D yang dilakukan Retno adalah kemampuannya untuk menghasilkan produk-produk asli dalam negeri. “Semua formulasi Ristra adalah ciptaan kami sendiri. Tidak ada yang mengambil dari luar negeri. Semua orisinil,” katanya.
Kosmetik, menurut Retno, harus diformulasikan secara ilmiah, harus dibuat dari bahan baku berkualitas paling unggul. Pembuatannya harus berstandar modern dan higienis, harus ber-pH Balanced, yaitu sesuai dengan kadar keasaman kulit orang yang bersangkutan. Bahan bakunya juga wajib lolos dalam tiga uji keamanan yaitu tes tempel, tes aplikasi dan tes efikasi. Semua tes itu dilakukan pada kulit sukarelawan. Tes tempel, patch test, untuk melihat tingkat keamanan bahan baku, tes aplikasi atau usage test untuk mengetahui tingkat keamanan bahan baku, tes aplikasi atau usage test untuk mengetahui keamanan kosmetik yang sudah diproduksi dan tes efikasi, alias efficacy test untuk mengukur daya gunanya sebelum dan setelah dipakai, dengan menggunakan alat canggih yang computerized. Disamping itu, pada produk-produk tertentu dilakukan uji klinis di House of Ristra di bawah pengawasan ketat tim dokter.
Pada akhir tahun 1990-an sudah ada 82 item yang diproduksi Ristra. Perkembangan itu tentu saja tidak terjadi tanpa perubahan sistem dan struktur perusahaan. Paling krusial, produk apa pun harus senantiasa mencerminkan ciri “ilmiah” yang tetap terjaga. Untuk itulah, mulai tahun 1983 dia mendirikan Laboratorium Research and Development (R&D) yang dikepalai oleh seorang apoteker lulusan Jerman, Dra. Rosali Setiawan, Apt. Retno selalu terlibat di laboratorium untuk meramu formula produk baru. Tujuannya, mengonsep produk-produk baru, menguji kelayakan teknisnya, serta menjamin keampuhan dan keamanan medianya. Ini mutlak, guna menjawab keraguan masyarakat sekaligus membuktikan keaslian formula Ristra. Retno juga melakukan uji coba yang melibatkan sukarelawan.
Laboratorium berkonsep medis yang dirintisnya itu merupakan laboratorium teruji pertama yang berdiri di Indonesia dalam bidang kosmetik. Bahkan, menurut Retno, pada 1986 merupakan laboratorium pertama yang menerapkan teknologi pH-Balanced. Karena industri kosmetik Jepang sudah sangat mapan dan kompleks maka diperlukan tenggang waktu penyesuaian yang cukup panjang. Akibatnya, industri kosmetik negeri itu kalah cepat dengan Ristra dalam teknologi pH-Balanced.
Salah satu hasil pertama dari laboratorium itu, khususnya dari bagian quality control menyangkut uji coba bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan produk Ristra. Artinya, bukan kosmetik saja yang diuji, tetapi bahan komponennya pula. Dalam melakukan tes uji ini, Retno sering menemukan bahwa ketidakmurnian bahan baku kerap menjadi sumber masalah. Kenyataan itu semakin meyakinkannya untuk memproduksi kosmetik berbahan dasar yang punya standar farmasi. Kalau perlu dengan mengimpor dari Eropa atau Jepang.”Bahan impor Cina atau India memang murah,” kata Retno,”tetapi kebanyakan kualitasnya rendah. Ristra selalu memakai bahan baku yang berkualitas tinggi. Bahan dasar asal Indonesia waktu itu kebanyakan hanya air, alkohol dan glycerine. Bahan-bahan dasar lainnya sama sekali belum bisa diandalkan.”
Tentu saja, kebijakan mengimpor bahan dasar itu menjadikan produk Ristra lebih mahal dibanding produk lokal.”Tetapi tentunya terjamin bagi pemakai. Rambut pasti tak akan rontok dan kulit tak akan rusak,” pungkas Retno.
Bagaimana pendapat Anda? (ASW)
|