Google

Saturday, September 8, 2007

Robert Patilaya : Mencipta Mesin Proses Industri Secara Otodidak

Topic : Business

Di antara peserta pameran InterPharma dan InterFood 2007 yang diselenggarakan di Arena Pekan Raya Jakarta Kemayoran tanggal 5-8 September 2007 , PT Bertomas Ciptasatya merupakan produsen lokal yang menciptakan berbagai mesin industri sendiri dengan kualitas tak kalah dibandingkan produk mancanegara.

Berbagai mesin diproduksi Berto mulai dari mesin pencampur (mixer), mesin penggoreng (fryer), mesin pembuat snack (extruder) hingga mesin pengoles coklat untuk biskuit dan wafer (enrober).

Siapa aktor yang ada di balik itu? Dia tak lain Robert Patilaya. Pria kelahiran Cirebon tahun 1949 ini mengaku menciptakan mesin-mesin tersebut secara otodidak.

Perjuangannya untuk membangun bisnis mesin industri diakuinya tidak mudah. Ia mengaku hanyalah lulusan SMA tahun 1970. Oleh karena orangtuanya sudah meninggal dan tidak memiliki biaya untuk melanjutkan kuliah maka Robert memulai kerja sebagai tukang bubut di sebuah bengkel bubut kecil di Cirebon selama 6 bulan tanpa digaji. “ Waktu itu saya hanya menginginkan suatu pengalaman yang berarti,” tuturnya.

Kemudian selama hampir selama tujuh tahun kemudian Robert bekerja pada sebuah perusahaan makananan ternak yang dimiliki orang Jerman di Cirebon. Perusahaan itu memproduksi semacam pellet untuk memenuhi pesanan dari Eropa.

Tahun 1978 Robert memutuskan hijrah ke Jakarta. Di ibukota ia bekerjadi di bidang teknik pada beberapa perusahaan sampai tahun 1983.

Sampai kemudian pada tahun 1984 jalan hidupnya mulai berubah. Pada waktu itu, Menristek Habibie yang lulusan Jerman sedang naik dan banyak sarjana teknik yang belajar di Jerman pulang ke Indonesia dengan membawa gelar Diplome Ing (setara insinyur). Mereka kemudian mengisi lowongan di bidang teknik di berbagai perusahaan.

Merasa memperoleh saingan di bidang teknik yang dikuasainya Robert yang hanya lulusan SMA mulai menatap masa depan. ”Kalau saya tetap bekerja seperti ini saya jadi apa,” pikirnya.

Robert segera membeli sebuah mesin las tahun itu juga dan mulai bekerja sendiri dengan membuka bengkel kecil di daerah Meruya, Jakarta Barat tanpa memiliki seorang pembantu pun. ” Semua saya kerjakan sendiri,” kata pria beranak dua itu.

Ia menyewa tempat berukuran 4 x 6 meter di dekat rumahnya. ”Tahun kedua sudah mulai bisa menyewa orang,” Robert menambahkan.

Usahanya ternyata makin berkembang. Tahun 1992 Robert menyewa sebidang tanah seluas 600 m persegi di Tangerang sebagai pabrik. Setahun kemudian perusahaannya mulai mengekspor mesin fryer untuk kacang ke Malaysia disamping melayani mesin-mesin untuk industri farmasi.

Karena kapasitas produksi makin meningkat pada tahun 1997, Robert memutuskan untuk membeli tanah seluas 3400 meter persegi di Kawasan Industri Mekar Jaya Tangerang. Di sini Robert mulai fokus memproduksi mesin-mesin untuk industri makanan dan minuman.

Ketika krisis moneter melanda Indonesia perusahaannya ikut terkena imbas. Harga bahan baku mesin yang melambung dan order yang sepi membuatnya terpaksa memangkas jumlah karyawannya dari 40 orang menjadi 10 orang.

Tahun 2000 kondisi usahanya pulih dan Robert mulai mengekspor mesin fryer Potato Chips ke Australia. Jumlah karyawannya pun bertambah. ”Kini kami mempekerjakan 96 orang karyawan,” ujarnya.

Bila semula bisnisnya dikelola secara sederhana maka dalam enam bulan terakhir ia sudah menerapkan manajemen bisnis modern.”Saya bisa merekrut tenaga Quality Control, PPIC Manager, Marketing Manager serta bekerjasama dengan pihak Korea Selatan menjual pompa industri baru tahun ini,"katanya.

Bagaimana cara Robert mendesain mesin-mesin tadi? Ternyata semua itu terwujud berkat jasa Internet. Ia mengikuti tren mesin-mesin industri dengan mengunjungi berbagai website perusahaan luar negeri. Ia pun mulai mempelajari cara kerja mesin-mesin yang ada di sana. “Karena bidangnya memang disitu maka saya pun bisa menangkap cara kerja mesin itu dengan mudah,” ungkapnya.

Sementara Robert memusatkan perhatian pada desain-desain mesin baru, bisnisnya mulai dipercayakan pada anak sulungnya Marcel (27 tahun) yang merupakan sarjana teknik komputer sebuah universitas di Toronto, Kanada.

Pelajaran yang bisa dipetik dari Robert Papilaya dengan BERTO-nya adalah asal kita mempunyai tekad kuat untuk maju, bekerja keras dan senantiasa belajar maka kita pun mampu menghasilkan produk-produk berkualitas yang setara dengan produk perusahaan multinasional. Kalangan ABG di Indonesia kiranya dapat meniru apa yang telah dikerjakan Robert Papilaya.

Bagaimana komentar Anda? (ASW)