Google

Thursday, September 6, 2007

"Menarik Gerbong Sejarah" : Artikel Komaruddin Hidayat Sebagai Bahan Renungan Kerjasama ABG

Topic : Government



Di harian Kompas halaman 6 hari ini (Kamis, 6 September 2007) dimuat opini karangan Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN), Jakarta, berjudul ”Menarik Gerbong Sejarah”.

Artikel tersebut menarik karena mencatat perilaku bangsa kita selama hampir 62 tahun merdeka ini sehingga negara kita masih saja dalam kondisi terpuruk. Meskipun demikian, banyak pula negara yang tergolong muda yang tadinya tertinggal sekarang melejit ke tengah pergaulan dunia secara bermatabat. Kalangan ABG (Academic, Business, Goverment) perlu belajar dari kelemahan-kelemahan tersebut agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahan di masa lalu dalam menjalin kerjasama erat di antara kalangan ABG, khususnya di bidang farmasi.

Kutipan-kutipan penting dari artikel tersebut disajikan di bawah ini :


1.” Dibandingkan dengan China, Jepang, Turki ataupun Yahudi, memang yang namanya bangsa Indonesia masih sangat muda, bahkan masih dalam proses menjadi. Rekaman sejarah masa lalu bangsa ini penuh dengan intrik dan kecenderungan untuk saling menghancurkan. Jangan sampai kultur ini berkelanjutan.”

2. ”Dengan demikian, konsep Indonesia bukanlah sebuah warisan sejarah masa lalu yang telah kokoh dan solid sebagaimana bangsa China, misalnya, melainkan sebuah cita-cita dan proyek kebudayaan serta politik pada masa depan. Kalau tekad dan cita-cita politik ini tidak kita jaga betul, bisa jadi warisan lama yang suka menghancurkan di antara komponen bangsa ini akan terulang terus dan Indonesia tidak akan mencapai usia seratus tahun seperti yang terjadi pada pusat-pusat kekuasaan di zaman kerajaan dulu. Mereka saling menghancurkan, baik dari lingkaran dalam kekuasaan sendiri maupun antarkerajaan.”

3. ”Sebuah pelajaran yang pantas direnungkan dari sejarah China antara lain adalah bagaimana para pemimpin politik di negeri itu mampu menekan ego pribadinya di bawah kepentingan bangsanya. Siapa pun yang jadi pemimpin mesti menyadari bahwa dia memikul tanggung jawab sejarah bangsanya yang usianya lebih dari 4.000 tahun dan saat ini jumlah penduduknya sekitar 1,3 miliar. Bayangkan, Tembok Besar China dibangun lebih dari 800 tahun, sementara proyek-proyek besar yang tengah berlangsung sampai hari ini seperti megabendungan Sungai Yang Tse yang mampu memproduksi tenaga listrik mendekati seluruh kebutuhan listrik Indonesia, dirancang sejak 50 tahun yang lalu. Artinya, di situ ada kesinambungan politik dan pemerintahan untuk membangun negeri, siapa pun yang jadi penguasa. Ini sebuah pembelajaran bahwa membangun sebuah bangsa diperlukan visi jauh ke depan dan mimpi besar, lalu jaminan kelangsungan estafet kepemimpinan yang setia untuk menarik gerbong bangsanya, bukan politisi yang mimpinya hanya sekadar ingin jadi menteri, menang pemilu, lolos jadi anggota DPR.”

4. ”Pembentukan republik ini merupakan sebuah loncatan, dari tataran bermasyarakat yang diikat oleh sentimen etnis dan agama, lalu bertekad untuk hidup bersama dalam ikatan negara, sementara pilar dan fondasi bangsanya masih sangat rapuh. Dalam proses ini banyak sekali jebakan sejarah yang mesti kita sadari. Kalau kehidupan bernegara dan berbangsa berhasil, keragaman etnis, bahasa, budaya, dan agama akan menjadi kekayaan dan keindahan Indonesia yang sangat unik. Namun kalau para politisi masih berpikir partisan dan picisan, keragaman itu akan menjadi jebakan dan Indonesia akan semakin terpuruk meski kekayaan alam dan budayanya sangat melimpah.”



5. ”Dalam peta global ini kita mesti menyadari bahwa dalam kehidupan bernegara dan berbangsa pijakan kita semua masih sangat rapuh. Penampilan para politisi dan pemerintahan terkesan main-main, lebih banyak memikirkan kepentingan dirinya, tidak menyadari bahwa mereka tengah menarik gerbong sejarah bangsa yang masih sangat muda dan mudah digoyang oleh kekuatan asing.”



6.” Yang juga memprihatinkan dari bangsa ini adalah kecenderungan bersikap pelit memberi apresiasi kepada sesama teman yang berprestasi dan memaklumi serta memberi dukungan kepada teman yang gagal. Lebih senang menghujat ketimbang memuji dan mengingatkan dengan bijak. Dalam ungkapan lain, kita senang melihat orang susah, dan susah melihat orang senang.”



7. ”Sesungguhnya dengan pelajaran olahraga yang diberikan di sekolah, siswa diharapkan memiliki pribadi yang sportif, senang bekerja sama, tidak sombong ketika menang bertanding dan tidak putus asa ketika kalah. Namun, rupanya nilai-nilai semacam ini terpinggirkan oleh orientasi pendidikan yang targetnya hanya lulus ujian kognitif, mengabaikan pembentukan karakter.”


8. Mental pelit dan sempit hati juga akan tercermin ketika memasuki ranah keberagamaan. Ketika menghadap Tuhan, yang lebih dominan hanyalah meminta, seakan mendikte Tuhan untuk memenuhi ambisinya, bukannya bersyukur. Begitupun sikapnya terhadap orang lain, tidak rela kalau surga itu dihuni bersama-sama, bahkan senang mendoakan orang lain celaka dan masuk neraka.


9. Rasanya ada yang salah besar dalam kita berbangsa dan bernegara. Republik ini didirikan oleh putra-putra bangsa yang berpikiran besar dan bermimpi besar, namun selanjutnya panggung politik dikelola dan diramaikan oleh mereka yang mimpinya kecil.



Mudah-mudahan kutipan-kutipan di atas dapat diambil sebagai bahan renungan bagi kita kalangan ABG (Academic, Business, Government) dalam menjalin kerjasama demi kemajuan bangsa ini. Jangan lagi kita mengulangi kesalahan serupa dalam menjalin kerjasama ABG. Kita pelu sportif, saling mendukung, tidak segan-segan untuk memberikan pujian dan merasa senang bila ada diantara komunitas ABG ini yang meraih sukses melalui penerapan R&D melalui kerjasama universitas, perusahaan dan instansi pemerintah.


Bagaimana pendapat Anda? (ASW)