Google

Wednesday, October 3, 2007

Usulan Penilaian Berdasarkan Performance Audit Agar Peneliti Lebih Bersemangat

Topic : Government- Academic


Sebagai Ketua Majelis Profesor Riset sejak Agustus 2006 perhatian Soefjan Tsauri untuk memajukan penelitian di Indonesia besar sekali. Ia sangat mengharapkan agar peneliti itu lebih diberikan kebebasan dan kepercayaan tetapi sekaligus diberikan sanksi sebagai alat kontrol.


Pada sebuah rapat dengan Menristek Kusmayanto Kadiman , Soefjan Tsauri menyatakan penelitian itu apa tidak sebaiknya mengikuti apa yang disebut block grant secara borongan. Misalnya, ketika ia mengusulkan kerjasama dengan PINDAD untuk membuat APC (Armour Personal Carrier) atau Kendaraan Tempur Pengangkut Personel. Katakanlah dalam setahun diperlukan dana Rp 2 milyar . Untuk itu, ia menyaranlkan agar dana tersebut dipercayakan kepada tim peneliti untuk menggunakan uang penelitian untuk apa saja, tetapi di ujung sebelah sana sudah ditunggu dengan ”pentungan.”


Kriteria pengukurannya juga apa yang dinamakan performance audit. “Sekarang yang diaudit sebagian besar khan masih berupa financial audit,” ujar Soefjan. Performance audit yang sekarang harus diutamakan. ”Tujuan Anda pertama kali membuat kendaraan tempur dengan spesifikasi seperti ini dan membutuhkan dan Rp 2 milyar. Oke, silakan dikerjakan. Anda membutuhkan berapa tahun? Setahun. Maka setelah setahun persis dilihat performance-nya. Kalau betul-betul jadi oke. Kalau tidak berikan penalti. Itu menurut saya akan membuat para peneliti lebih semangat,” ugkap mantan Kepala LIPI periode 1995-2000 itu.


Dalam hal itu, bukan berarti peneliti tidak mau diaudit tetapi dilakukan post audit setelah semuanya selesai. ”Silakan diaudit uang Rp 2 milyar digunakan untuk apa saja tetapi dalam perjalanan silakan beri kebebasan,” Soefjan menambahkan.


Pak Kusmayanto Kadiman langsung menjawab dalam rapat itu.” Pak Soefjan, itu merupakan lagu lama. Nama saya Kusmayanto Kadiman. Saya tidak keberatan dipanggil nama saya Kusmayanto. Saya juga tidak keberatan dipanggil Kadiman. Tetapi saya nggak mau dipanggil Jaksa Agung. Karena yang Anda usulkan itu menyalahi aturan,” ujar sang menteri dengan nada bergurau.


Menurut pendapat Soefjan pribadi seharusnya pemerintah dapat mencari terobosan agar peneliti dapat diberikan kepercayaan dan kebebasan yang lebih besar tetapi dengan cara yang bertanggung jawab dan diberikan kontrol berupa sanksi.


”Sekarang ini anggaran riset Indonesia dibandingkan GDP hanya sebesar 0,047 %. Itu khan kalah jauh dari Malaysia yang bisa mencapai 1%. Andaikata semua peneliti itu ”bajingan” berapa sih nilai 1% dari GDP itu bila dibandingkan dana yang tersedot untuk menomboki BLBI. Kenapa peneliti tidak diberi kepercayaan?,” kilahnya.


Menurut Soefjan saat ini ada 4 jenis penelitian yang dilakukan LIPI. Pertama, penelitian dasar. Pengukurannya kalau benar-benar penelitian dasar akan diterbitkan di jurnal internasional yang mana? Kedua, penelitian terapan. Kalau mengembangkan teknologi yang Anda bantu siapa? Teknologi siapa? Sehingga akan menambah rendemen atau efisiensi. Ketiga, penelitian sebagai jasa untuk mencari dana seperti , misalnya, kimia analisa. Keempat, penelitian untuk membuat kebijakan. Misalnya, bagaimana membuat sistem pemilu yang cocok bagi Indonesia? Itu merupakan policy research.


Banyak peneliti selama ini yang melanggar aturan karena kode etiknya belum mapan. ”Kalau kode etik sudah mapan sebelum dia melanggar sudah terkena kode etik tersebut,” katanya.


Dengan adanya Majelis Profesor Riset Soefjan mengharapkan dapat diciptakan kode etik untuk riset. Yang sudah berjalan saat ini adalah bioethic seperti yang berlaku di Inggris yang mengatur masalah clonning.


Sejauh ini sebagai Ketua Majelis Profesor Riset ia sudah menyusun Kode Peneliti LIPI pada saat peringatan Ultah LIPI beberapa waktu lalu.” Bila hukum mengatur benar atau salah maka etika itu mengatur baik atau jelek. Jadi ada unsur rasa dalam etika itu,” ujarnya.

Bagaimana pendapat Anda? (ASW)