Topic : Academic
By Ari Satriyo Wibowo
Prestasi menjadi juara kembali diulangnya di Jepang ketika ia menjadi mahasiswa tingkat doktoral pada 2005 dengan meraih penghargaan dari Japan Society of Biotechnology and Bioagricultural. Kemudian ketika kembali di Indonesia ia pun terpilih sebagai Finalis Peneliti Muda Indonesia Terbaik LIPI tahun 2006.
Selama berada di Indonesia, Ali telah telah memperoleh dua jenis dana penelitian. Yang pertama dari Ristek untuk riset terapan dengan judul ”Kloning dan Produksi Fragmen Fab Antibodi Monoklonal Hepatitis B” ( tahun 2007 -2010). Yang kedua dana penelitian Hibah Bersaing untuk produksi vaksin Rekombinan Hepatitis B (2007-2010)
Riset terapan ”Kloning dan Produksi Fragmen Fab Antibodi Monoklonal Hepatitis B” didasarkan pada latar belakang Pulau Lombok yang sejak dideklarasikan sebagai daerah hiperendemik penyakit Hepatitis B oleh WHO, telah dijadikan sebagai model imunisasi massal hepatitis B pertama di dunia sejak 1987. Namun, prevalensi penyakit tersebut hanya menurun 70%. Untuk itu, laboratorium setempat yakni Laboratorium Hepatika Mataram sudah memproduksi antibodi monoklonal hepatitis B. Namun, sampai saat ini antibody tersebut hanya dapat diproduksi dengan teknologi hibridoma.
Masalahnya teknologi hibridoma memiliki kelemahan antara lain :
1. Stabilitas genetik rendah dan risiko terhadap kontaminasi tinggi
2. Kualitas dan kuantitas antibody yang dihasilkan rendah
3. Mahal karena menggunakan bahan dan alat kultur sel mamalia
4. Rekayasa genetika tidak dapat dilakukan
5. Produk akhir berupa antibody utuh padahal hanya diperlukan Fab
- Modifikasi program reverse transcription
- Gen penyandi antibody monoklonal hepatitis B
- Fragmen Promotor T7 dan Terminator T7
Sedangkan penelitian lanjutan yang akan dilakukannya adalah :
- Kloning produk PCR
- Skrening dengan teknologi cell-free.
- Sekuensing dan analisis sebuah antibody
- Ekspressi pada bakteri
- Pemurnian dan uji imunogenisitas
Berikut petikan wawancara ABGNET dengan Muhammad Ali, PhD di Jakarta pada hari Sabtu, 11 Agustus 2007 lalu :
Apa yang Anda tawarkan sebagai pengganti teknologi hibridoma?
Saya mencoba membuat antibody yang lebih slim dengan melakukan kloning terhadap gen penyandi antibody itu sendiri. Nah, saya membuat bagian Fab saja. Yakni bagian yang khusus berfungsi menangkap atau mengenal sasarannya. Ukurannya lebih kecil dari antibody monoklonal sehingga lebih leluasa masuk ke sel terutama untuk kanker.
Apa nama teknologi itu ? Dan benarkah itu merupakan temuan asli Anda?
Di Jepang saya mengembangkan teknologi Sicrex (Single Cell RT-PCR and Cell Free Expression System). Dengan teknologi Sicrex ini Antibody Monoklonal dihasilkan dalam waktu lebih cepat. Bila dengan teknologi hibridoma, antibody dihasilkan selama tiga bulan hingga satu tahun. Maka dengan Sicrex kita bisa menghasilkan antigen dalam waktu satu jam dalam kondisi yang jauh lebih murni dan dengan tingkat kualitas yang bisa diatur dengan tingkat kebutuhan.
Apakah teknologi Sicrex itu sudah Anda petenkan?
Saya saat itu di Jepang menghadapi pilihan sangat sulit yang diajukan pihak Jepang. Yakni antara memperoleh royalti paten atau memperoleh gelar PhD. Tentu saja, pilihan saya jatuh pada yang terakhir. Sungguh sebuah pilihan yang sulit.
Bagaimana perkembangan teknologi Sicrex saat ini?
Kalau diproduksi secara komersial Anda tidak menerima royalti karena tidak terdaftar sebagai penemu paten , bukan?
Ya, sayang sekali. Tetapi sekali lagi itu merupakan pilihan sulit bagi saya pada waktu itu.
Bagaimana pendapat Anda pembaca? Adakah kiranya yang bisa memberikan solusi agar setidaknya Muhammad Ali, PhD ini dapat menerima semacam ”good will” dari pihak Jepang? Silakan beri komentar Anda. Bagi yang ingin memperoleh alamat kontak yang bersangkutan silakan kirim email via iptek4nobel@yahoo.com (ASW)
|