Google

Saturday, August 18, 2007

Apresiasi untuk Para Peneliti "Perjuangan" Kita

Topic : Academic - Government

Dalam memperingati hari Kemerdekaan RI ke -62 sudah selayaknya kita memberikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para peneliti Indonesia yang dengan tekun, tabah dan sabar mendarmabaktikan pikiran, ilmu dan tenaganya kepada nusa dan bangsa.

Mereka ada di mana-mana. Di lembaga pemerintahan, pusat maupun daerah atau di lembaga-lembaga swasta. Di pemerintahanm mereka ada di LIPI, BPPT, BATAN, LEN, LAPAN dan masih banyak lagi yang tidak mungkin disebut satu per satu.

Masalah umumnya yang dihadapi ilmuwan Indonesia adalah dana, fasilitas dan sumber daya manusia. Di sini dana penelitian amat terbatas sehingga harus pandai melakukan prioritas penelitian. Penghargaan terhadap peneliti dalam hal gaji juga masih jauh dibandingkan negara tetangga Singapura. Menristek Kusmayanto Kadiman secara berkelakar pernah berkata di Singapura peneliti memperoleh alat transportasi BMW sementara di Indonesia juga menerima BMW yang kependekan dari "Bebek Merah Warnanya". Demikian pula fasilitas penelitian di sini banyak yang tidak lengkap. Kalah jauh dibandingkan Kuba dan India yang berdasarkan GNP sama-sama tergolong negara miskin seperti Indonesia. Yang agak payah sumber daya manusia Indonesia yang lulusan PhD rata-rata telah berusia 40 tahun ke atas. Padahal, idealnya pada usia 20-an dan 30-an seperti di negara-negara lainnya.

Para peneliti itu dari Bioteknologi LIPI, misalnya, dapat disebut Dr. Adi Santoso sebagai ilmuwan Indonesia yang berhasil memproduksi human erythropoletin (hEPO) yang berguna bagi penderita ginjal dan anemia dengan harga yang lebih murah. Meski hEPO sudah merupakan paten kadaluwarsa dari perusahaan Johnson & Johnson pada tahun 2004 tetapi ia mampu menggegerkan dunia bioteknologi berkat temuan produksi human erythropoietin (hEPO) dalam ragi dan tanaman barley (sejenis gandum). Semula hEPO diproduksi dari sel mamalia sehingga dengan temuan itu harga hEPO dapat lebih murah dan terjangkau.

Masih dari lembaga yang sama, tepatnya PUSLIT Kimia LIPI, ada Dr. Eng. Agus Haryono yang banyak melakukan riset dalam hal Advance Polymer Chemistry untuk aplikasi industri. Di antaranya pengembangan plasticizer pengganti DOP dari turunan minyak sawit, sintesa chitosan kationik larut air dengan penambahan gugus amonium kuartener, kontrol agregasi nanopartikel besi oksida dengan molekul DNA sebagai material termosensitif dan beberapa penelitian lainnya.

Dari dunia universitas terdapat Dr. Terry Mart, seorang fisikawan teoritis dari Departemen Fisika FMIPA UI yang menyebut permasalahan penelitian di Indonesia memiliki problem utama pada dana primer, infrastruktur riset dan sistem. Ia juga meminta agar insentif riset hanya diberikan pada mereka yang benar-benar melakukan riset.

Hal serupa dialami Ir. Dudi Hidayat, MSc dari Centre for Science and Technology Development Studies (Pusat Penelitian dan Pengembangan Iptek /PAPPITEK-LIPI). Pria kelahiran Sumedang, 20 Oktober 1967 ini merupakan peserta program beasiswa OFP Angkatan III dan menimba ilmu Delft University Belanda pada 1987. Tahun 1998 ia dikirim ke Inggris dan meraih gelar master di bidang science and technology policy. Sesuai spesialisasinya ia banyak berkecimpung dalam kebijakan iptek di LIPI.










Dari daerah diwakili oleh Dra. Surayah Kadir, Apt. Lulusan Farmasi Unair tahun 1992 ini bekerja sebagai tenaga peneliti di Laboratorium Hepatika, Mataram, Lombok sejak tahun 1993.


Di Hepatika dikembangkan tes Hepatitis B dengan teknologi dari Jepang. Riset dilakukan sejak pemerintah melakukan vaksinasi massal untuk Hepatitis B pertama kali di Mataram, Lombok tahun 1987 yang merupakan yang pertama kali di dunia. Lembaganya kemudian mengembangkan rapid test untuk Hepatitis B. Dengan berkembangnya waktu Hepatika bisa memproduksi reagensi HIV untuk mendeteksi HIV. Teknologi itu kemudian diperbarui dengan lisensi dari AS. "Hepatika mengembangkan metode dan tes-tes yang lain yang lebih modern. Yang dikembangkan sekarang ini metode test formatnya seperti tes kehamilan. Juga Malaria dan Dengue," ujar wanita keturunan India yang masih lajang ini.

Wah ternyata banyak juga peneliti yang penuh pengabdian di negeri ini. Semoga mereka tetap berjiwa militan demi kemajuan iptek bangsa ini. Bagaimana pendapat Anda? (ASW)