Google

Thursday, August 2, 2007

Kerjasama Penelitian "Cost Sharing" Menempatkan Kedua Pihak Setara


Topik : Government


Model kerjasama baru penelitian "cost sharing" diangkat Kompas, Kamis, 2 Agustus 2007 di halaman 13 dengan judul "Tinggalkan Relasi Model Pendonor-Penerima."

Dalam berita itu Kompas menulis model kerjasama penelitian, yang karena pendanaan memosisikan Indonesia di bawah pendonor dengan semua konsekuensi inferiornya dinilai sebagai paradigma lama yang harus ditinggalkan. Model baru yang sedang dikembangkan, Indonesia harus berperan sehingga memiliki posisi setara.

"Saatnya meninggalkan paradigma lama, pihak pendonor dengan pihak penerima yang berposisi lebih lemah, menjadi bentuk cost sharing. Dengan begitu kedudukannya setara,"kata Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Umar Anggara Jenie didampingi Wakil Kepala LIPI Lukman Hakim di sela-sela seminar "Optimalization of International Research Grant and Research Collaboration for Researchers : Opportunities and Challenges" di Jakarta, Rabu (1/8).
Bentuk cost sharing berarti memosisikan kedua belah pihak setara, tanpa ada satu pihak pun yang merasa lebih tinggi sehingga merasa wajar menentukan klaim hasil penelitian. Caranya, kedua belah pihak saling membiayai para peneliti asing yang berkunjung.
"Cost sharing tidak diartikan kedua belah pihak mengeluarkan sejumlah biaya yang sama. Indonesia yang memiliki obyek penelitian harus dikategorikan sebagai bentuk biaya juga," kata Kepala Biro Kerjasama dan Pemasyarakatan Iptek LIPI Neni Sintawardani.

Persoalan bentuk kerjasama yang didasarkan kesetaraan tersebut secara khusus disinggung Direktur Regional untuk Asia Tenggara dan Asia Timur International Development Research Centre (IDRC) Rich Fuchs. Ia menyebutkan beberapa negara di antaranya China yang sudah meninggalkan pola hubungan donor-penerima menjadi cost sharing dengan beberapa persyaratan yang memosisikan Cina setara.

Umar Anggara Jenie menyatakan di harian itu, LIPI dan semua lembaga pengakses bantuan penelitian harus menyadari pola baru itu."Dana penelitian untuk LIPI memang terbatas, tetapi kami harus kerja keras dan berinovasi demi model cost sharing itu," katanya.

Ia mengungkapkan, untuk Indonesia, model cost sharing justru menguntungkan. Secara psikis, para peneliti akan berdiri setara dengan peneliti asing.

Selain itu, hasil penelitian tidak lagi secara otomatis diklaim milik pemberi donor. Soal klaim milik pendonor, Umar punya pengalaman ketika belajar di Australia, ia harus menandatangani klausul hasil penelitian milik mereka.

Model cost sharing yang kini sedang dijalankan antara LIPI dan Universitas Zhe Jiang, China adalah mengembangkan bio aktif daun sukun untuk obat penyakit jantung. Kedua belah pihak menggandeng industri farmasi.

Hasil paten tersebut nantinya diserahkan kepada industri farmasi di kedua negara."LIPI akan dapat royalti dari pemasaran oleh industri yang kami gandeng," kata Umar seperti dikutip Kompas. Kini pengembangan obat itu sudah memasuki tahap uji klinis.
Bagaimana komentar Anda terhadap berita tersebut? (ASW)