Google

Thursday, June 19, 2008

Presbikusis dan Gangguan Keseimbangan pada Usia Lanjut









Topic : Academic

By Ari Satriyo Wibowo


Pada orang lanjut usia terjadi proses degeneratif pada organ pendengaran sehingga terjadi kemunduran sel-sel dan penurunan elastisitas membran. Disamping itu, terjadi pula gangguan pasokan darah pada otak sehingga orang lanjut usia akan mengalami gangguan pendengaran di mana yang pertama terkena adalah pendenagaran bunyi dengan nada tinggi selanjutnya diikuti dengan gangguan pendengaran bunyi nada rendah. Dalam dunia medis gangguan pendengaran karena proses penuaan dikenal dengan Presbikusis.

Di Indonesia berdasarkan survei tahun 2001 terdapat penduduk dengan usia 65 tahun ke atas sebesar 8,5 juta orang atau 4,1 persen. Penderita presbikusis usia 65-75 tahun ada 30-35 tahun. Sementara usia di atas 75 yahun mencapai 40-50%. Hal itu disampaikan Dr. Ronny Suwanto, Sp THT (K) dari Sub Departmen THT Komunitas, Departemen THT FKUI pada Seminar Lanjut Usia Sehat dan Mandiri di Depkes RI, Selasa 17 Juni 2008 lalu.

Gejala klinis Presbikusis adalah pendengaran berangsur-angsur berkurang, bila suara diperkeras atau berteriak menyebabkan sakit telinga, sulit memahami percakapan terutama pada lingkungan bising, dapat mendengar tetapi tidak paham (diskriminasi ucapan), sulit mendengat nada tinggi “s” dan “th”, lebih mudah mendengar suara pria ketimbang wanita dan ada suara berdenging (tinnitus).

Adapun faktor risikonya berupa penyakit keturunan, artherosklerosis, penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus, riwayat terpapar bising (bagi mereka yang pernah bekerja di pabrik) dan akibat obat ototoksik.

Sedangkan penyebabnya adalah proses degenerasi, perubahan struktur kohlea dan saraf pendengaran. Pada kohlea bila pada masa muda seseorang memiliki sekitar 31.000 sel rambut maka pada lanjut usia jumlah sel rambut menurun kurang dari 20.000 sel rambut.

Gangguan pendengar pada orang lanjut usia sulit dikenali karena terjadi berangsur-angsur, dimulai dari frekuensi tinggi bukan pada frekuensi percakapan sehari-hari (500-4.000 Hz).

Bila telah terjadi gangguan pendengaran maka upaya untuk meminimalkan gangguan pada penderita, menurut Dr. Ronny Suwanto, dapat diatasi dengan membaca ujaran bibir (lip reading), menghindari situasi lingkungan bising dan memanfaatkan bahasa isyarat.

Biasanya penderita direhabilitasi dengan alat bantu dengar. “Tetapi hal itu belum tentu menyelesaikan masalah,” kata Dr. Ronny,” Sebab akibat kerusakan syarat pendengatan maka suara yang diperkeras dapat mengalami distorsi saat melewati syaraf pendengaran.”

Selain itu, orang lansia juga mengalami gangguan keseimbangan yang disebut puyeng atau Dizziness (rasa melayang, kepala seperti kosong) dan pusing tujuh keliling atau Vertigo (perasaan diri sendiri atau lingkungan seolah berputar). Dalam kehidupan sehari, masih kata Dr. Ronny, Dizziness lebih banyak dijumpai.

Hampi 40 persen penduduk AS pernah mengalami Dizziness. Kemudian usia 65 tahun ke atas terdapat 12,5 juta orang yang mengalami Dizziness. Sedangkan pada usia 50 tahun ke atas maka hampir 65 persen yang terkena gangguan keseimbangan Dizziness. Dari jumlah itu maka 200.000 mengalami patah tulang pinggul per tahun. Sementara data dari Indonesia belum tersedia sampai saat ini.

Bagaimana pendapat Anda ?