Google

Monday, June 2, 2008

Aspek Medik Transplantasi Ginjal di HUT ke-4 IKCC




Topic : Academic

By Ari Satriyo Wibowo

Transplantasi ginjal (TG) adalah pengobatan paripurna (Total Renal Replacement Teraphy) pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Disebut gagal ginjal terminal atau gagal ginjal tahap akhir bila fungsi ginjal sudah sangat terganggu dan hanya tinggal sekitar 5-15 % serta tidak mungkin diperbaiki dengan pengobatan konservatif berupa diet maupun obat-obatan. Keadaan ini merupakan tahap lanjut dari suatu penyakit ginjal yang dikategorikan sebagai penyakit ginjal kronis tahap 5 tanpa membedakan penyebabnya.

“Umumnya ukuran kedua ginjal sudah mengecil dan padat,” kata Dr. Tunggul D Situmorang SpPD –KGH, Direktur Ketua RS PGI Cikini, Jakarta Pusat dalam seminar awam yang diselenggarakan dalam rangka ulang tahun ke- 4 Indonesia Kidney Care Club (IKCC)di Auditorium RS PGI Cikini, Sabtu, 31 Mei 2008.

Pada tahap tersebut pasien membutuhkan pengobatan pengganti ginjal (renal replacement theraphy), berupa “cuci darah” (dialysis) baik dengan mesin (hemodialysis =HD) atau melalui perut (peritoneal dialysis = CAPD). Sayangnya tindakan dialisis tidak mungkin dapat menggantikan seluruh fungsi ginjal. Fungsi pembentukan darah dan metabolisme tulang tidak dapat digantikan dengan dialisis. Karena itulah transplantasi ginjal merupakan pilihan yang paling ideal dan paling tepata untuk saat ini. ( Catatan : sebelum teknologi Sel Punca / Stem Cell mampu menggantikannya kelak).

Transplantasi ginjal adalah memindahkan satu ginjal sehat kepada pasien GGT. Transplantasi ginjal berhasil dilakukan di dunia pertama kali pada 23 Desember 1954 oleh dr. Joseph Murray di Boston, AS. Ginjal itu berasal dari saudara kembar si pasien dan Joseph Murray kemudian berhak mendapatkan hadiah Nobel. Di Indonesia transplantasi ginjal baru berhasil dilakukan pada 1977 di RSCM dan RS PGI Cikini atas prakrasa Prof. Dr. R.P. Sidabutar (alm).

Keberhasilan TG sangat ditentukan oleh perencanaan, persiapan dan koordinasi yang baik oleh tim transplantasi mulai persiapan, saat malakukannya dan pasca operasi. Evaluasi medik untuk calon donor dan resipien perlu dilakukan secara seksama.

Donor ginjal bisa berasal dari orang hidup atau dari jenazah. Umumnya donor hidup mempunyai hubungan darah langsung dengan resipien seperti saudara kandung, ayah, ibu, anak kandung. Sementara yang tidak memiliki hubungan darah langsung atau ada hubungan emosi khusus (suami/istri) dapat diterima dengan syarat-syarat khusus. Di AS donor paling banyak berasal dari jenazah sementara donor hidup hanya 33 %.

Syarat sebagai donor sangat ketat sekali, di bawah ini daftar kriteria mereka yang tidak boleh menjadi donor ginjal :

1. Umur di bawah 18 tahun atau di atas 65 tahun.
2. Penderita hipertensi (tekanan darah di atas 140/90 mmHg atau dalam
pengobatan)
3. Penderita diabetes
4. Terdapat proten dalam urin ( di atas 250 mg/24 jam)
5. Terdapat riwayat batu ginjal
6. Fungsi ginjal di bawah 80 ml/ menit
7. Penderita Hematuri atau kelainan urologi lainnya
8. Penderita penyaklit kronis, kanker, tumor
9. Mengalami obesitas (lebih dari 30 % berat badan normal)
10. Penderita gangguan psikiatri
11. Memiliki riwayat gangguan darah
12. Memiliki riwayat sangat kuat adanya keluarga diabetes, sakit ginjal dan
hipertensi

Di RS PGI Cikini jumlah transplantasi ginjal saat ini baru 283 orang dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun. "Kendala utamanya dalah sangat terbatasnya pendonor ginjal yang rela memberikan ginjalnya baik untuk sesama anggota keluarga maupun orang lain yang membutuhkannya," ujar Dr. Tunggul.

Di Indonesia sumber donor ginjal hanya berasal dari orang hidup (living donor) sedangkan di negara Barat sebagain besar berasal dari donor jenazah (cadaveric donor). Di RS PGI Cikini sumber donor sebagian besar (54%) dari orang tua kandung (ayah/ibu), saudara kandung (18%), anak kandung (14%) dan sumber lainnya seperti istri dan saudara (14%).

Realisasi donor jenazah di Indonesia belum terwujud kendati telah ditandatangani kesepakatan di antara tokoh masyarakat dan rohaniawan pada tahun 1995 dengan nama “Kesepakatan Kemayoran”. Keengganan bahkan terkesan ketakutan menjadi donor ginjal disebabkan kurangnya sosialisasi dan informasi yang memadai. ‘Negara Islam seperti Iran malahan memiliki donor ginjal yang melimpah karena pemerintah dan kaum ulama memasukkan donor ginjal sebagai kegiatan amal yang layak diberi penghargaan mulia termasuk tunjangan pendidikan bagi anak-anak pendonor,” pungkas Dr. Tunggul.

Bagaimana pendapat Anda?