Google

Friday, May 2, 2008

Malaysia Kerahkan Pasukan Nyamuk Mutan untuk Memberantas Demam Berdarah

Topic : Academic, Business, Government

By Amal Ihsan

Peribahasa "Lain ladang lain ilalang, lain lubuk lain ikannya" amat tepat di sini. Jika Indonesia mengatasi demam berdarah dengue dengan pengasapan, bubuk abate, dan program 3M (menguras bak air, menutup tempat air, dan mengubur barang-barang bekas), Malaysia memilih memberantas penyakit itu dengan senjata baru: pasukan nyamuk mutan.

Nyamuk yang dipakai tentu bukan nyamuk sembarangan. Semuanya telah diseleksi sebelum disebar untuk memerangi epidemi demam berdarah yang rutin menyerang negara itu. Jutaan prajurit nyamuk Aedes aegypti itu juga sudah dimodifikasi secara genetik sehingga membawa gen pembunuh.

Sebagai tahap awal, Pulau Ketam di Negara Bagian Selangor akan menjadi tempat pertama uji coba massal terapi baru ini, pertengahan 2008. Pulau itu memiliki populasi nyamuk Aedes yang cukup signifikan dibanding wilayah lain di Malaysia.

Seperti di negara tropis lainnya, demam berdarah dengue menjadi epidemi yang menakutkan di Malaysia. Jumlah korbannya meningkat sekitar 16 persen setiap tahun. Rekor tertinggi terjadi pada 2004, yaitu 102 orang tewas. Menteri Kesehatan Liow Tiong Tai menyatakan pada tiga bulan pertama tahun ini hampir 10 ribu orang telah terjangkit, 25 orang di antaranya meninggal.

Uji coba penyebaran nyamuk mutan ini dilakukan oleh Institut Penyelidikan Perubatan Kementerian Kesihatan Malaysia bekerja sama dengan Oxitec, perusahaan bioteknologi Inggris yang sebagian sahamnya dimiliki Universitas Oxford. Percobaan ini dilakukan menyusul percobaan laboratorium yang sukses dilakukan tahun lalu.

Rencananya, jutaan nyamuk mutan jantan yang disebar akan membawa gen pembunuh. Begitu nyamuk ini bertemu dengan nyamuk betina dan kawin, dia akan menularkan gen mematikan itu ke nyamuk betina.

Nyamuk betina memang sasaran para prajurit ini karena merekalah pembawa virus demam berdarah dan memiliki belalai yang bisa menembus kulit serta menulari manusia. Nyamuk betina pula yang bertanggung jawab terhadap meningkatnya populasi nyamuk Aedes, apalagi siklus perkembangbiakan Aedes aegypti sangat singkat, yakni 5-7 hari.

Begitu nyamuk betina bertelur di air, hari pertama ia langsung menjadi jentik. Pada hari keempat ia akan menjadi pupa (kepompong), kemudian akan meninggalkan rumah pupanya menjadi nyamuk.

Nantinya, setelah tertular dengan gen mutan, nyamuk betina akan tertular gen pembunuh dan mati. Bila ia sempat menetaskan larva sebelum mati, larva atau jentik yang dilahirkan sang betina juga akan mati. Dengan demikian, populasi nyamuk akan ditekan dan bahkan menurun drastis.

Oxitec sudah merilis iklan di beberapa media massa untuk merekrut entomologis, ahli serangga, dan peneliti lain membantu uji coba di Pulau Ketam. Uji coba di pulau yang berjarak 30 menit naik perahu motor dari Pelabuhan Klang, Selangor, itu akan berlangsung selama setahun guna memantau perubahan populasi nyamuk.

Kepala Divisi Kesehatan Publik Oxcitec, Seshadri S. Vasan, menyatakan uji coba ini dijalankan karena percobaan pertama di laboratorium menunjukkan "hasil yang menggembirakan". Uji coba pertama di dunia ini menggunakan jenis teknologi yang berbeda dan terbaru. "Teknologi ini merupakan terobosan dalam penanganan demam berdarah, yang tiap tahun kian menunjukkan perkembangan yang mengkhawatirkan," ujarnya.

Oxitec berharap mampu menyebar pasukan mutannya ke seluruh Malaysia dalam tiga tahun ke depan untuk mengatasi wabah demam berdarah. "Apalagi terbukti selama ini upaya pemberantasan, dengan pengasapan dan upaya pembersihan, tidak bisa menekan eskalasi epidemi demam berdarah," ujarnya.

Kementerian Kesihatan Malaysia dan lembaga terkait belum memberikan pernyataan soal rencana ini. Soalnya, belum lagi uji coba digelar, kecaman datang dari berbagai organisasi lingkungan, yang mengkhawatirkan Aedes mutan itu akan mencemari ekosistem serta menimbulkan mutasi baru pada hewan dan lingkungan habitatnya.

"Seperti makhluk mutan lainnya, begitu mereka dilepas ke alam, bagaimana mencegah mereka berinteraksi dengan serangga lain dan memproduksi mutan yang lebih berbahaya dibanding nyamuk Aedes," kata Gurmit Singh, Ketua Pusat Teknologi Lingkungan dan Pembangunan di negara itu.

Bagaimana pendapat Anda ?

Sumber : Tempo Interaktif, New Strait Times, The Telegraph India, Brunei Times