Google

Tuesday, May 13, 2008

Menristek Dr. Kusmayanto Kadiman : Antitesa Mochtar Riady Bagi Dunia Swasta yang Kurang Peduli Riset

Topic : Academic, Business, Government

By Ari Satriyo Wibowo


Di tengah kebesarannya Pak Mochtar Riady selalu hadir dalam pertemuan-pertemuan di mana Menristek beruntung hadir. Kehadiran Pak Mochtar itu tidak lain untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman.

Pada saat beliau berbicara mengenai niatnya membangun research centre bagi Menristek hal itu bagaikan melihat komet yang bercahaya terang benderang.

Mengapa? Karena riset di Indonesia bukan bagian yang dipandang penting dan bermanfaat apalagi berkontribusi terhadap EBITDA (Earning Before Income Tax).

Di Indonesia, dunia riset terkenal dengan istilah pelesetan litbang yang berarti “sulit berkembang” bukannya “penelitian dan pengembangan.” Hal itu terjadi selama puluhan tahun setelah Indonesia merdeka. Mengapa demikian? Hal itu karena dunia riset dan dunia swasta nyaris seperti dua dunia yang tak pernah bersentuhan.

Kalangan swasta berkata mengapa harus melakukan riset? Itu biaya yang tak perlu dikeluarkan alias unnecessary cost sebab tidak berkontribusi terhadap keuntungan.

Sementara dunia riset --- entah itu perguruan tinggi atau lembaga riset --- berkata bagaimana kami bisa berkontribusi terhadap besarnya nilai keuntungan perusahaan pihak swasta jika kalangan swasta tidak pernah menunjukkan kepada dunia perguruan tinggi dan lembaga riset, apa yang menjadi tantangan riset.

Alhasil dua dunia tersebut --- swasta dan riset --- berjalan seperti rel kereta api yang berjalan ke satu arah secara parallel tetapi tidak pernah bertemu.
”Ini menjadi tantangan besar,” tandas Kusmayanto Kadiman.

Oleh karena itu, Menristek menyambut baik ketika Mochtar Riady bermaksud membangun sebuah research center serta penghargaan tentunya kepada Pak Habibie yang tidak pernah berhenti mendorong pihak swasta untuk berkontribusi.

Kalau melihat anggaran riset total Indonesia dibandingkan GNP ternyata masih kecil sekali ( catatan : sekitar 0,014 %). Sementara anjuran dari lembaga PBB seperti UNESCO setiap Negara setidaknya menganggarkan sekitar 2 % dari total GNP untuk keperluan riset.

Dalam hal ini, pihak swasta juga tidak dapat disalahkan karena riset memang belum berkontribusi terhadap laba perusahaan. Sepertinya apa yang dilakukan Pak Mochtar Riady dengan MRIN (Mochtar Riady Institute for Nanotechnology) merupakan antitesa. Beliau sudah menunjukkan bukti keberhasilannya dalam membangun BCA, Lippo dan Universitas Pelita Harapan (UPH) .

Dan dengan mendirikan MRIN beliau ingin membuktikan bahwa membangun research centre akan membawa manfaat. "Walaupun dengan rendah hati beliau selalu mengatakan hal ini merupakan tanggung jawab sosial saya," ujar Menristek.

Dengan adanya mesin penghasil Sumber Daya Manusia (SDM) yakni UPH, kemudian dengan adanya Rumah Sakit Siloam Hospitals maka keberadaan Reserch Centre ini (MRIN) akan merupakan segitiga yang terkait satu sama lain dalam sebuah spiral yang makin lama makin membesar. “Begitu saya menerjemahkan visi Pak Mochtar Riady bila tidak keliru,” tutur mantan Rektor ITB itu.

Oleh karena itu Menristek, pertama-tama ingin mengajak para koleganya di pemerintahan dan para anggota DPR di legislatif untuk meniru keberhasilan di MRIN. “Kedua, kita mesti belajar kepiawaian Pak Mochtar Riady memilih bidang. Istilahnya spesialis umum. Beliau memilih dengan spesifik sekali. Bukan saja kanker yang sudah spesifik tetapi beliau melihat lagi lebih dalam yakni kanker hati,” papar Kusmayanto.

“Saya bertanya sakit hati mana yang akan disembuhkan sakit hati fisik atau non fisik karena dua-duanya pasiennya sama banyaknya. Beliau mengatakan yang fisik yang ditangani karena itu lebih mudah,” ia menambahkan.

Pelajaran dari Prof. Dr. Susan Tai, selaku Presiden MRIN yang dipelajari Kusmayanto dari pidatonya pagi itu adalah “ Sekali Anda berhasil mendeteksi adanya penyakit kanker pada seseorang maka hal itu mungkin sudah terlambat. Oleh karena itu, menyediakan informasi tentang kanker kepada publik menjadi lebih penting sehingga masyarakat mampu melakukan deteksi dini penyakit kanker yang akan mencegah lebih banyak kematian pada manusia.”

Semoga antitesa yang dibangun Pak Moctar Riady menjadi kenyataan. “ Delapan puluh tahun lagi kita akan menyaksikan MRIN menjadi lebih hebat lagi,” ujar Kusmayanto mengakhiri pidato sambutannya pada peresmian MRIN , Senin, 12 Mei 2008 di Lippo Karawaci, Tangerang, Banten.