Google

Monday, May 26, 2008

Jumlah Penduduk Lansia Jepang Meningkat Pesat



Topic : Government

By Ari Satriyo Wibowo


Tidak lama setelah Perang Dunia II usai proporsi penduduk Jepang usia 65 tahun ke atas adalah sebesar 5 persen dari keseluruhan populasi, jumlah itu lebih rendah dibandingkan Inggris, Perancis dan AS. Sekarang jumlah lansia Jepang merupakan seperlima dari populasi dan rata-rata umur harapan hidup orang Jepang meningkat pula. Rata-rata umur harapan hidup kini menjadi 82 tahun, meningkat dibandingkan hanya 50 tahun pada tahun 1947.

Hingga tahun 2015 diperkirakan proporsi penduduk lansia akan menjadi satu berbanding empat dibandingkan jumlah populasi penduduk atau lebih dari 30 juta orang. Hal itu disebabkan anjloknya angka kelahiran bayi dari 2,1 persen pada 1970-an menjadi hanya 1, 26 persen pada tahun 2005. National Institute and Social Security Research memperkirakan pada tahun 2050 jumlah penduduk Jepang sekitar 95 juta dengan 40 persen penduduknya terdiri dari kaum lansia.

Bila antara 1947 dan 1949, terjadi boom kelahiran bayi sejumlah 2,7 juta setahun sebagai akibat kembalinya tentara Jepang yang selamat dari medan tempur yang lalu menikah dan hidup mapan. Kini generasi baby boomers itu telah memasuki masa pensiun dengan usia rata-rata 60 tahun. Mereka dalam kondisi sejahtera karena perusahaan dan pemerintah memberikan skema dana pensiun yang bagus.

Mengapa jumlah lansia meningkat sedangkan jumlah orang muda menurun ? Salah satu penyumbang terbesar terhadap fenomena itu adalah sistem kerja yang disebut Kaisha di perusahaan Jepang yang lebih menghargai senioritas serta jam kerja yang panjang. Di Jepang seorang yang pulang larut malam lebih dihargai dibandingkan yang pulang awal dari kerja. Akibatnya interaksi hubungan suami istri turun secara drastis yang mengakibatkan turunnya angka kelahiran secara signifikan pula.

Akibatnya diagram penduduk Jepang telah berubah dari bentuk pohon menjadi layang-layang dengan proporsi penduduk lansia yang makin meningkat. Bagaimana pendapat Anda?

Sumber : The Economist