Google

Saturday, March 29, 2008

Berkat Penelitian Sel Punca, Dr. Ari Penia Kresnowati Raih Penghargaan Tingkat Dunia

Topic : Academic, Government

Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati (30) menjadi perempuan peneliti Indonesia ketiga yang menerima penghargaan internasional prestisius dari L'Oreal-UNESCO For Women in Science 2008. Penia mendapat fellowship dengan proposal riset bertajuk "Teknologi Bioproses: Konsepsi Prototip Bioreaktor untuk Pengembangan Sel Punca (Stem Cells)".

Pengumuman penghargaan bergengsi itu dilakukan di markas Badan PBB untuk Pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO), di Paris, Prancis, 5 Maret 2008. Penia merupakan salah satu dari 15 pemenang fellowship international dari 15 negara yang mewakili lima benua.


Penia berhasil meraih Fellowship International mengikuti langkah idola dan inspirasinya ketika masih kuliah, yakni Dr Ines Atmosukarto (Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong) sebagai pemenang pertama pada 2004. Pemenang kedua adalah Dr Fenny Dwivany (pengajar di ITB) di tahun 2007, yang juga pernah meraih penghargaan di tingkat nasional.

Saat diperkenalkan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Selasa (18/3), Penia mengemukakan, fellowship senilai US$ 40.000 akan digunakan seefektif mungkin untuk melanjutkan penelitian ilmiahnya mengenai pengembangan bioreaktor untuk menumbuhkan sel punca (stem cells) untuk menghasilkan produk-produk kesehatan (therapeutic treatment).

"Penelitian ini jika selesai dalam jangka waktu dua tahun, jangan dibayangkan akan dapat suatu barang yang bisa langsung diterapkan pada masyarakat," ujar wanita kelahiran Bandung itu. L'Oreal juga mensyaratkan bahwa minimal dua bulan dari penelitian dua tahun tersebut dilakukan di Indonesia.

Mengingat penelitian ini memiliki potensi menjadi sesuatu yang sangat penting dalam bidang kesehatan, ia berharap kelak hasil risetnya dapat diaplikasikan. Awal tahun 2009, Penia akan memulai penelitiannya di Departemen Teknik Kimia Monash University, Melbourne, Australia.

Setelah lulus S1 di Jurusan Teknik Kimia, ITB, wanita yang tergolong jenius ini melanjutkan S2 dan S3 di Universitas Teknologi Delft, Belanda. Setelah kembali ke Tanah Air tahun lalu, ia menjadi dosen teknik kimia untuk mahasiswi S1 dan S2 di ITB.
Dia memilih teknik kimia karena tertarik pada bioteknologi.

Karir dan Keluarga

Budaya dan kultur di kalangan masyarakat Indonesia mendidik kaum perempuan agar memprioritaskan keluarga. Tidaklah mengherankan, jika kebanyakan kaum perempuan menikah tidak lama setelah lulus S1 atau setidak-tidaknya sebelum berusia 30 tahun.

Bagi mereka yang berniat melanjutkan studi atau berkarir pun menunda demi berkeluarga. Ini disebabkan wanita sulit membagi waktu antara membina karir dan berkeluarga.

Namun, bagi Penia yang gemar memasak dan membaca, karir dan berkeluarga harus dikombinasikan dengan sebaik-baiknya sehingga bisa mendapat dua-duanya. "Menurut saya, keluarga dan karier itu bukan dua hal yang saling bertentangan. Dua hal ini seharusnya saling berjalan dengan seimbang dan saling melengkapi, saling mendukung satu sama lain," ucapnya.

"Kalau kita hanya punya karier dan tidak punya keluarga, kehidupan ini mungkin hampa, kesepian. Kalau kita punya keluarga dan memiliki suatu yang lain yang tidak kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya, hal itu sayang juga," tutur Penia.

Hal senada diutarakan oleh Principal Investiga- tor Executive Manager Eijkman Institute for Molecular Biology, Herawati Sudoyo. Menurutnya, gender role berperan dalam menurunnya wanita peneliti di dunia. Pada umumnya, wanita memilih untuk melambatkan proses mereka melakukan pekerjaan dan komitmennya sehingga tidak dapat ber- saing dengan para laki- laki peneliti.

"Wanita seharusnya memprogram diri, sehingga masih tetap dapat melakukan kegiatan dalam arti mencapai puncak karir dengan tidak mengenyampingkan peran kita sebagai perempuan," kata Herawati.

Sementara itu, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Arief Rachman, mengharapkan kepada mereka yang senang pada penge- tahuan agar menggali lebih jauh pengetahuan tersebut.

"Generasi muda ilmuwan di Indonesia, khususnya kaum wanita, tidak boleh menyerah dan mempunyai harapan rendah. Kita harus punya harapan tinggi. Inspirasi yang seperti dimiliki oleh Dr Penia harus dikembangkan. Terpenting lagi, mereka harus serius dan tekun," ujarnya. [RPS/S-26]

Sumber : Harian Suara Pembaruan, 19 Maret 2008