Topik : Academic- Business
Indonesia memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 spesies di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat atau digunakan sebagai bahan obat (sumber : Departemen Pertanian, 1990). Keanekaragaman hayati Indonesia tersebut diperkirakan terkaya kedua di dunia setelah Brazil dan terutama tersebar di masing-masing pulau-pulau besar di Indonesia.
Sayangnya penelitian mengenai zat-zat yang terkandung dalam tanaman obat masih jarang dilakukan karena tiadanya tradisi riset di sini. Ujung-ujungnya keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia tidak mampu memberikan berkah kesejahteraan bagi penghuninya. Tidak mengherankan bila perusahaan-perusahaan asing yang lebih menuai manfaat besar dari kealpaan dan kelalaian kita untuk melakukan R&D dengan sungguh-sungguh.
Beruntung saat ini kondisi mulai pelan-pelan berubah. Berkat skema kerjasama universitas dan dunia usaha, Nunung Yuniarti Dosen dan Peneliti dari Fakultas Farmasi UGM berhasil membuat sintesa kunyit (Curcumin) yang disebut sebagai Gamavuton-0 dan memperoleh hak paten atas temuan tersebut. Nama “Gama” diambil dari Gajah Mada, “vu” dari Vrije Universiteit yakni nama universitas asal sang mentor dari Belanda (Prof. dr. Henk Timmerman) dan “ton” dari nama keton, salah satu ikatan kimia penyusunnya.
Pembuatan Sintesis Curcumin merupakan upaya para peneliti untuk menguak rahasia yang terkandung dalam kunyit. Kunyit (Curcuma longa Linn. atau Curcuma domestic Val. ) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat, habitat asli tanaman ini meliputi wilayah Asia khususnya Asia Tenggara.
Tanaman ini kemudian mengalami persebaran ke daerah Indo-Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan . kunyit adalah rempah-rempah yang biasa digunakan dalam masakan di negara-negara Asia. Kunyit sering digunakan dalam masakan sejenis gulai dan juga digunakan untuk memberi warna kuning pada masakan.
Sejak turun temurun kunyit terbukti untuk berbagai pengobatan tradisional namun belum diketahui alasan ilmiahnya. Padahal tanpa mengetahui komposisi zat yang terkandung, pengobatan belum tentu berhasil untuk setiap orang bahkan mungkin memperparah.
Hal itu yang terjadi pada Jahe yang ternyata mengandung dua senyawa yang saling bertentangan yakni Gingerol dan Shogaol. Gingerol baik untuk tubuh, tetapi Shogaol kurang baik bagi tubuh karena memicu sariawan dan nyeri lambung.
Jahe sudah dikenal masyarakat Indonesia memiliki khasiat obat. Tidak heran bila masyarakat kita mengonsumsinya dalam bentuk wedang jahe, permen jahe dan bandrek. Orang Inggris pun akrab dengan minuman Ginger Beer dan Ginger Ale.
Di pasar dunia, Jahe diperjualbelikan dalam bentuk segar, kering, rajangan maupun kristal. Selain Jahe Indonesia ada pula varietas Jahe Afrika dan Jahe Cina.
Manfaat Jahe, berdasarkan sejumlah penelitian, antara lain merangsang pelepasan hormon adrenalin, memperlebar pembuluh darah, sehingga darah mengalir lebih cepat dan lancar. Tubuh pun menjadi lebih hangat dan kerja jantung memompa darah lebih ringan. Akibatnya tekanan darah menjadi turun.
Sebelumnya Perusahaan Asing Menikmati Berkah R&D
Perusahaan farmasi Ferrosan dari Denmark, misalnya, diketahui telah mematenkan temuan mereka setelah dr. Morten S Weidner dengan teknologi Lippocell berhasil memisahkan senyawa Gingerol dan Shogaol yang terdapat dalam Jahe ( Zingiber officinale sp.) Komponen aktif tersebut kemudian memperoleh paten sebagai alternatif penghilang nyeri sendi tanpa disertai nyeri lambung.
Terdapat dua enzim pencernaan penting dalam Jahe. Pertama, protease yang berfungsi memecah protein. Kedua, lipase yang berfungsi mengurai lemak. Kedua enzim ini membantu tubuh mencerna dan menyerap makanan. Pula meringankan kram perut saat menstruasi atau kram akibat terlalu banyak mengonsumsi makanan berlemak.
Jahe juga merupakan pereda rasa sakit yang alami dan dapat meredakan nyeri rematik dan encok.
Terdapat seratus lebih penyakit rematik yang mencakup sistem lokomotor tubuh seperti tulang, sendi, otot serta tendon atau pun jaringan ikat. Penyakit ini bervariasi mulai dari nyeri pinggang bagian bawah secara tiba-tiba, nyeri di persendian (osteoarthritis) sampai rheumatoid arthritis.
Indonesia memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 spesies di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat atau digunakan sebagai bahan obat (sumber : Departemen Pertanian, 1990). Keanekaragaman hayati Indonesia tersebut diperkirakan terkaya kedua di dunia setelah Brazil dan terutama tersebar di masing-masing pulau-pulau besar di Indonesia.
Sayangnya penelitian mengenai zat-zat yang terkandung dalam tanaman obat masih jarang dilakukan karena tiadanya tradisi riset di sini. Ujung-ujungnya keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia tidak mampu memberikan berkah kesejahteraan bagi penghuninya. Tidak mengherankan bila perusahaan-perusahaan asing yang lebih menuai manfaat besar dari kealpaan dan kelalaian kita untuk melakukan R&D dengan sungguh-sungguh.
Beruntung saat ini kondisi mulai pelan-pelan berubah. Berkat skema kerjasama universitas dan dunia usaha, Nunung Yuniarti Dosen dan Peneliti dari Fakultas Farmasi UGM berhasil membuat sintesa kunyit (Curcumin) yang disebut sebagai Gamavuton-0 dan memperoleh hak paten atas temuan tersebut. Nama “Gama” diambil dari Gajah Mada, “vu” dari Vrije Universiteit yakni nama universitas asal sang mentor dari Belanda (Prof. dr. Henk Timmerman) dan “ton” dari nama keton, salah satu ikatan kimia penyusunnya.
Pembuatan Sintesis Curcumin merupakan upaya para peneliti untuk menguak rahasia yang terkandung dalam kunyit. Kunyit (Curcuma longa Linn. atau Curcuma domestic Val. ) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat, habitat asli tanaman ini meliputi wilayah Asia khususnya Asia Tenggara.
Tanaman ini kemudian mengalami persebaran ke daerah Indo-Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan . kunyit adalah rempah-rempah yang biasa digunakan dalam masakan di negara-negara Asia. Kunyit sering digunakan dalam masakan sejenis gulai dan juga digunakan untuk memberi warna kuning pada masakan.
Sejak turun temurun kunyit terbukti untuk berbagai pengobatan tradisional namun belum diketahui alasan ilmiahnya. Padahal tanpa mengetahui komposisi zat yang terkandung, pengobatan belum tentu berhasil untuk setiap orang bahkan mungkin memperparah.
Hal itu yang terjadi pada Jahe yang ternyata mengandung dua senyawa yang saling bertentangan yakni Gingerol dan Shogaol. Gingerol baik untuk tubuh, tetapi Shogaol kurang baik bagi tubuh karena memicu sariawan dan nyeri lambung.
Jahe sudah dikenal masyarakat Indonesia memiliki khasiat obat. Tidak heran bila masyarakat kita mengonsumsinya dalam bentuk wedang jahe, permen jahe dan bandrek. Orang Inggris pun akrab dengan minuman Ginger Beer dan Ginger Ale.
Di pasar dunia, Jahe diperjualbelikan dalam bentuk segar, kering, rajangan maupun kristal. Selain Jahe Indonesia ada pula varietas Jahe Afrika dan Jahe Cina.
Manfaat Jahe, berdasarkan sejumlah penelitian, antara lain merangsang pelepasan hormon adrenalin, memperlebar pembuluh darah, sehingga darah mengalir lebih cepat dan lancar. Tubuh pun menjadi lebih hangat dan kerja jantung memompa darah lebih ringan. Akibatnya tekanan darah menjadi turun.
Sebelumnya Perusahaan Asing Menikmati Berkah R&D
Perusahaan farmasi Ferrosan dari Denmark, misalnya, diketahui telah mematenkan temuan mereka setelah dr. Morten S Weidner dengan teknologi Lippocell berhasil memisahkan senyawa Gingerol dan Shogaol yang terdapat dalam Jahe ( Zingiber officinale sp.) Komponen aktif tersebut kemudian memperoleh paten sebagai alternatif penghilang nyeri sendi tanpa disertai nyeri lambung.
Terdapat dua enzim pencernaan penting dalam Jahe. Pertama, protease yang berfungsi memecah protein. Kedua, lipase yang berfungsi mengurai lemak. Kedua enzim ini membantu tubuh mencerna dan menyerap makanan. Pula meringankan kram perut saat menstruasi atau kram akibat terlalu banyak mengonsumsi makanan berlemak.
Jahe juga merupakan pereda rasa sakit yang alami dan dapat meredakan nyeri rematik dan encok.
Terdapat seratus lebih penyakit rematik yang mencakup sistem lokomotor tubuh seperti tulang, sendi, otot serta tendon atau pun jaringan ikat. Penyakit ini bervariasi mulai dari nyeri pinggang bagian bawah secara tiba-tiba, nyeri di persendian (osteoarthritis) sampai rheumatoid arthritis.
Jahe sekurangnya mengandung 19 komponen bioaktif yang berguna bagi tubuh. Komponen yang paling utama adalah Gingerol yang bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Jadi mencegah tersumbatnya pembuluh darah, penyebab utama stroke dan serangan jantung. Gingerol juga membantu menurunkan kadar kolesterol.
Selain komponen bioaktif yang berguna dalam Jahe ada pula komponen yang berbahaya bagi tubuh yang disebut Shogaol. Senyawa ini dapat menyebabkan sariawan dan sakit lambung. Tanda-tanda terdapatnya zat ini dalam Jahe adalah rasa pedas dan panas. Semakin pedas Jahe berarti semakin banyak kandungan Shogoal di dalamnya. Jahe asal Indonesia dikenal memiliki kandungan Shogaol yang besar. Selain itu, salah kaprah pasca panen, dengan menjemur Jahe di bawah terik sinar matahari ternyata mampu merusak kandungan Gingerol dalam Jahe hingga 80 persen. Akibatnya, Jahe asal Indonesia kurang diminati produsen luar negeri.
Leukotrienes dan Prostaglandin
Ketika peradangan terjadi pada persendian, itu merupakan reaksi tubuh dalam sistem autoimun yang mengeluarkan zat bernama leukotrienes dan prostaglandin. Kedua zat ini menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan (radang) pada daerah persendian.
Cara pengobatan konvensional umumnya menggunakan obat anti rematik yang tergolong NSAID (Nonsteriodal Anti Inflammatory Drugs) yaitu pengobatan yang menghilangan rasa nyeri dan peradangan. Hasilnya? Penyakit rematik memang hilang. Tetapi kemudian timbul efek samping berupa nyeri lambung dan risiko kerusakan ginjal. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena NSAID selain memblok prostagladin yang menimbulkan rasa nyeri, juga melakukan pemblokan pada sistem perlindungan tubuh khususnya proteksi lambung dan ginjal. Hasilnya nyeri sendi hilang, nyeri lambung datang. Jahe dengan kandungan Gingerol tanpa Shogaol mampu memblokir prostaglandin dan leukotrienes tanpa mengganggu proteksi lambung dan ginjal.
Semuanya Melalui R&D
Hanya melalui aktivitas R&D senyawa-senyawa seperti yang ada pada Jahe itu dapat diketahui dan diisolasi. Kita masih memiliki banyak lagi tanaman obat yang dapat diteliti senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya mulai dari Temulawak, Lengkuas, Pala, Biji Pala, Kencur, Biji Adas, Sereh, Temu Kunci, Lengkuas, Kapulaga dan sebagainya.
Bahkan, buah Maja (Aeglis marmelosi Fructus) yang menjadi asal usul nama Kerajaan Majapahit pada abad ke 13 Masehi karena rasanya yang pahit sampai sekarang pun belum diselidiki senyawa apa saja yang terkandung di dalamnya. Tuhan Yang Maha Esa tentu menciptakan sesuatu pasti ada manfaatnya. Selama ini buah tersebut seolah tersia-siakan.
Buah yang oleh orang Betawi disebut Brenuk itu dihasilkan dari pohon yang tingginya mencapai 10-15 meter. Batang berkayu, bulat, bercabang, berduri, berwarna putih kekuningan. Daunnya tersebar pada batang muda, lonjong, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi atau berlekuk, panjang 4-13,5 cm, lebar 2-3,5 cm, berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk malai, panjang 1-1,5 cm, berwarna putih. Buahnya bentuk bola, diameter 5-12 cm, berdaging, berwarna cokelat. Bijinya pipih berwarna hitam.
Apakah kita akan berdiam diri saja kemudian nanti ramai-ramai mempersoalkannya tatkala perusahaan asing melakukan R&D dan mematenkan temuan senyawa-senyawa baru yang ternyata berkhasiat menyembuhkan penyakit. Bagaimana pendapat Anda sebagai pembaca awam? (ASW)
Selain komponen bioaktif yang berguna dalam Jahe ada pula komponen yang berbahaya bagi tubuh yang disebut Shogaol. Senyawa ini dapat menyebabkan sariawan dan sakit lambung. Tanda-tanda terdapatnya zat ini dalam Jahe adalah rasa pedas dan panas. Semakin pedas Jahe berarti semakin banyak kandungan Shogoal di dalamnya. Jahe asal Indonesia dikenal memiliki kandungan Shogaol yang besar. Selain itu, salah kaprah pasca panen, dengan menjemur Jahe di bawah terik sinar matahari ternyata mampu merusak kandungan Gingerol dalam Jahe hingga 80 persen. Akibatnya, Jahe asal Indonesia kurang diminati produsen luar negeri.
Leukotrienes dan Prostaglandin
Ketika peradangan terjadi pada persendian, itu merupakan reaksi tubuh dalam sistem autoimun yang mengeluarkan zat bernama leukotrienes dan prostaglandin. Kedua zat ini menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan (radang) pada daerah persendian.
Cara pengobatan konvensional umumnya menggunakan obat anti rematik yang tergolong NSAID (Nonsteriodal Anti Inflammatory Drugs) yaitu pengobatan yang menghilangan rasa nyeri dan peradangan. Hasilnya? Penyakit rematik memang hilang. Tetapi kemudian timbul efek samping berupa nyeri lambung dan risiko kerusakan ginjal. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena NSAID selain memblok prostagladin yang menimbulkan rasa nyeri, juga melakukan pemblokan pada sistem perlindungan tubuh khususnya proteksi lambung dan ginjal. Hasilnya nyeri sendi hilang, nyeri lambung datang. Jahe dengan kandungan Gingerol tanpa Shogaol mampu memblokir prostaglandin dan leukotrienes tanpa mengganggu proteksi lambung dan ginjal.
Semuanya Melalui R&D
Hanya melalui aktivitas R&D senyawa-senyawa seperti yang ada pada Jahe itu dapat diketahui dan diisolasi. Kita masih memiliki banyak lagi tanaman obat yang dapat diteliti senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya mulai dari Temulawak, Lengkuas, Pala, Biji Pala, Kencur, Biji Adas, Sereh, Temu Kunci, Lengkuas, Kapulaga dan sebagainya.
Bahkan, buah Maja (Aeglis marmelosi Fructus) yang menjadi asal usul nama Kerajaan Majapahit pada abad ke 13 Masehi karena rasanya yang pahit sampai sekarang pun belum diselidiki senyawa apa saja yang terkandung di dalamnya. Tuhan Yang Maha Esa tentu menciptakan sesuatu pasti ada manfaatnya. Selama ini buah tersebut seolah tersia-siakan.
Buah yang oleh orang Betawi disebut Brenuk itu dihasilkan dari pohon yang tingginya mencapai 10-15 meter. Batang berkayu, bulat, bercabang, berduri, berwarna putih kekuningan. Daunnya tersebar pada batang muda, lonjong, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi atau berlekuk, panjang 4-13,5 cm, lebar 2-3,5 cm, berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk malai, panjang 1-1,5 cm, berwarna putih. Buahnya bentuk bola, diameter 5-12 cm, berdaging, berwarna cokelat. Bijinya pipih berwarna hitam.
Apakah kita akan berdiam diri saja kemudian nanti ramai-ramai mempersoalkannya tatkala perusahaan asing melakukan R&D dan mematenkan temuan senyawa-senyawa baru yang ternyata berkhasiat menyembuhkan penyakit. Bagaimana pendapat Anda sebagai pembaca awam? (ASW)
|